All Seasons

Main | Registration | Login
Sunday, 2024-05-19, 10:29 PM
Welcome Aoi | RSS
Aoi
[ New messages · Members · Forum rules · Search · RSS ]
  • Page 1 of 1
  • 1
All Seasons For All Persons Forum » Sastra » Story » Two Daughters (Fan Fic)
Two Daughters
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 4:57 AM | Message # 1
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
- - - - will edited - - - -

Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:07 AM | Message # 2
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 1

Dulu sekali..
Sekitar tahun 1980an.. ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Han Dong Gun nama si pria. Oh Yu Lee nama si wanita. Mereka tinggal di Cheongsan. Sebenarnya, Han Dong Gun adalah orang yang sangat kaya, dan sudah beristri.
Di Cheongsan ini, Dong Gun memiliki cabang perusahaan yang dimilikinya, dan Yu Lee bekerja di sana. Pertemuan mereka di lift membuat Dong Gun terpesona dan jatuh cinta pada Yu Lee. Cinta pada pandangan pertama. Tanpa disadari.. hubungan mereka cukup jauh. Mereka menikah, tanpa diketahui oleh Han Mi Ra, istrinya yang tinggal di Seoul bersama putrinya, yang berusia dua tahun..

Dari pernikahan gelap ini.. Yu Lee melahirkan seorang putri cantik. Bernama Han Hye Eun. Dan.. Dong Gun sangat menyayanginya. Lebih dari ia menyayangi Han Shin Eun, putri pertamanya. Ia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di Cheongsan.

Yu Lee : “Sayang.. belakangan ini.. aku memikirkan sesuatu.”
Kata Yu Lee, pada suatu malam, ketika ia dan suaminya, Dong Gun akan tidur.
Yu Lee : “Sudah enam tahun kita menyembunyikan keluarga kecil ini. Setiap aku ingat tentang Mi Ra.. ada perasaan bersalah yang menyelimuti hatiku. Sampai kapan kita akan menyembunyikan ini?”
Dong Gun mendekap Yu Lee ke dadanya
Dong Gun : “Jangan kau cemaskan hal itu. Cepat atau lambat, Mi Ra memang harus tau semua ini. Tenanglah.. aku sudah memikirkannya. Kau hanya perlu menjaga Hye Eun.. bila sesuatu yang buruk terjadi. Mengerti?”
Yu Lee tersenyum, dan mengangguk.
Yu Lee : “Aku mengerti. Ayo, tidur..”

Setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu, Dong Gun pulang ke Seoul. Alasannya tak pulang pada Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis adalah.. mengurus cabang perusahaannya yang di Cheongsan sedang tidak stabil.

Suatu pagi..
Hye Eun bangun pagi seperti biasanya. Lalu, ia melihat ayahnya sedang bersiap pergi. Iseng sekali pagi itu, ia memasukkan selembar kartu pos yang ia buat sendiri ke dalam saku jas ayahnya. Kartu pos itu bergambar dirinya, ayah, dan ibunya. Dengan tulisan, “Keluarga Han yang bahagia di Cheongsan.”
Hye Eun : “Ayah.. hari ini, ibu guru di sekolah, akan mengajari aku menggambar lagi.”
Kata Hye Eun saat sarapan bersama ayah dan ibunya.
Yu Lee : “Nanti.. kau harus tunjukkan hasil karyamu pada Ayah, ya..”
Yu Lee mengelus kepala Hye Eun.
Dong Gun tersenyum.
Dong Gun : “Kau sangat suka menggambar. Begini.. kalau nilai menggambarmu selalu bagus.. nanti Ayah akan memfasilitasi hobi menggambarmu itu. Setuju?”
Hye Eun mengangguk. Lalu, gadis kecil berusia lima tahun itu menghabiskan sarapannya, dan pergi ke sekolah di antar ibunya.

Han Hye Eun adalah anak perempuan yang cantik dan cerdas. Ia memang hobi menggambar. Di usianya yang sangat belia itu, ia mengaku, kalau menggambar benar-benar adalah wadahnya untuk berekspresi dan bercerita. Sebenarnya selain menggambar, ia juga suka membaca dan menulis.

Hari itu adalah hari Jumat. Maka, sudah waktunya Dong Gun pulang ke Seoul. Mi Ra menyambutnya dengan hangat.
Mi Ra : “Bagaimana keadaan di Cheongsan? Apa sudah lebih baik?”
Mi Ra membuka pembicaraan, setelah Dong Gun makan malam. Ya.. setiap suaminya itu pulang, ia selalu menanyakan hal yang sama. Selalu.. Selalu begitu.
Dong Gun pun menjawabnya dengan tenang, dan meyakinkan.
Dong Gun : “Sebenarnya sudah lebih baik. Perkembangannya juga bagus. Tapi, masih perlu campur tanganku untuk menjaganya tetap stabil seperti ini.”
Sebagai istri yang tak terlalu mengerti bisnis, Mi Ra pun percaya saja dengan yang suaminya katakan.
Kemudian, seseorang masuk ke kamar mereka. Seorang anak perempuan berusia delapan tahun. Shin Eun.
Shin Eun : “Ayah..”
Ia naik ke ranjang.
Shin Eun : “Aku rindu sekali pada Ayah..”
Dong Gun memeluknya. Mencium keningnya.
Dong Gun : “Ayah juga rindu padamu, Sayang..”
Shin Eun mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Dan menunjukkannya pada ayah ibunya.
Shin Eun : “Ayah.. tadi waktu aku mencari mainanku di belakang, aku menemukan ini di saku jas Ayah..”
Dong Gun tersenyum, dan melihat yang Shin Eun pegang. Mi Ra pun ikut melihatnya.
Mi Ra : “Kartu Pos?”
Betapa terkejutnya Mi Ra saat membaca tulisan yang ada di kartu pos itu. “Keluarga Han yang bahagia di Cheongsan”.
Mi Ra : “Apa maksudnya ini?”
Tanya Mi Ra pada Dong Gun.
Dalam hati, Dong Gun menduga.. pasti Hye Eun yang melakukannya.
Dong Gun : “Oh.. mungkin ini adalah kartu pos anak salah satu karyawan di Cheongsan. Ia memang suka menggambar. Dan.. mungkin Keluarga Han yang dimaksud adalah kita.”
Semoga jawaban ini dapat dipercaya oleh Mi Ra, katanya dalam hati.

Tidak. Mi Ra tidak serta merta langsung mempercayainya. Dengan modal nekat, diam-diam ia mengikuti Dong Gun, saat suaminya harus kembali ke Cheongsan. Pemandangan tak enak pun ia lihat… ketika mengikuti suaminya hingga ke sebuah rumah yang sama mewahnya dengan rumahnya di Seoul.

Dong Gun keluar dari mobil, disambut oleh seorang wanita muda dan anak perempuan. Siapa wanita itu? Ia berhasil menangkap supir pribadi suaminya, Cha Jang. Pria yang sudah menjadi supir Dong Gun selama bertahun-tahun itu pun mengakui semuanya, setelah ia diancam akan dipecat tanpa pesangon. Ia menceritakan siapa yang tinggal di rumah itu. Sungguh hancur hati Mi Ra mendengarnya. Namun, dengan hati yang terpaksa tegar. Ia mendatangi rumah tersebut.
Dong Gun : “Mi Ra..?!”
Di belakang Dong Gun berdiri wanita itu.. Yu Lee.. ia mengenali wajah Mi Ra. Dong Gun pernah menunjukkan fotonya.
Dong Gun : “A.. apa yang kau lakukan di sini, Mi Ra..?”
Tanya Dong Gun yang sedikit gelagapan.
Mi Ra tak bisa menahan air mata.
Mi Ra : “Bukankah seharusnya aku yang bertanya.. apa yang sedang kau lakukan di sini? Bersama wanita itu..”
Belum sempat dijawab apapun, Hye Eun keluar kamar, dan memanggil..
Hye Eun : “Ayah.. lihat yang aku gambar hari ini..”
Bocah polos situ menghambur ke ayahnya, sambil membawa selembar karya gambarnya.
Mi Ra semakin terluka.
Mi Ra : “Kau punya istri dan anak tanpa sepengetahuanku?”
Wajahnya makin basah karena air mata.
Mi Ra : “Sungguh keterlaluan..”
Mi Ra tak dapat menahan rasa sakit dan kecewanya.
Mi Ra : “Sebenarnya apa kesalahanku? Katakan!! Katakan…!!”
Ia mulai mengamuk.
Membuat Hye Eun ketakutan dan minta dipeluk ibunya.
Dong Gun hanya bisa mengatakan..
Dong Gun : “Maafkan aku, Mi Ra..”
Mi Ra belum bisa meredakan amarahnya, kendati Dong Gun sudah minta maaf.
Mi Ra : “Bagaimana kalau kau ada di posisiku? Bagaimana kalau aku yang berbuat hina di belakangmu? Apakah kau akan memaafkanku begitu saja? Coba pikirkan!! Jangan hanya memikirkan posisimu saja!!”
Hye Eun semakin ketakutan, karena Mi Ra terus berteriak-teriak. Yu Lee membawanya ke kamar. Dan meminta putrinya tidak keluar dari kamar, sampai semuanya menjadi beres dan tenang.
Dong Gun : “Sebaiknya.. kau kembali dulu ke Seoul. Besok, aku akan pulang dan menjelaskan semuanya..”
Mi Ra : “Tidaakk..!!”
Mi Ra semakin marah.
Mi Ra : “Aku mau kita menyelesaikan semuanya.. malam ini..”
Sebelum Dong Gun bicara lagi, Yu Lee datang.
Yu Lee : “Baik. Kita.. selesaikan malam ini. Mi Ra.. jangan marah pada Dong Gun. Marahlah padaku.. Aku lebih pantas kau marahi. Salahkan aku.. Semuanya adalah kesalahanku. Karena.. aku tidak dapat menahan perasaan cinta dan sayangku pada Dong Gun. Karena aku tak sanggup berada jauh dari Dong Gun. Karena aku tak mampu hidup tanpa Dong Gun. Maafkan aku.. Mi Ra.. terimalah aku menjadi bagian dari keluarga ini..”
Yu Lee menangis. Tapi Mi Ra tidak peduli. Perasaannya terlanjur sakit.
Mi Ra : “Kalau kau jadi aku.. dikhianati oleh suami yang kau cintai.. apakah kau juga akan menerimanya? Apa kau akan semudah itu memaafkannya? Kita sama-sama wanita. Masa kau tidak punya pemikiran sejauh itu? Menerimamu dalam keluarga ini? Jangan mimpi terlalu tinggi!! Dong Gun.. aku bisa memaafkanmu.. tapi dengan satu syarat..”
Yu Lee : “Aku mohon.. jangan memberatkan Dong Gun.. Hukum aku saja..”
Mi Ra : “Aku tidak memberatkan suamiku.. tapi aku merasa wajib untuk memberikan hukuman.. untuk Dong Gun.. dan untukmu..”
Dong Gun dan Yu Lee sudah siap.. apapun yang akan Mi Ra katakan.
Mi Ra : “Akhiri pernikahan kalian.. atau.. Dong Gun tidak akan pernah lagi melihat Shin Eun.. selamanya..!!”
Dong Gun : “Tapi..”
Mi Ra : “Aku hanya dapat memberimu waktu satu minggu. Atau.. kau benar-benar tidak akan bertemu atau melihat.. apalagi mendengar kabar tentang Shin Eun dan aku..”
Lalu Mi Ra pergi meninggalkan rumah itu. Ia menangis sepanjang perjalanan pulang.

Yu Lee juga sama sedih. Ia menangis. Dong Gun memeluknya.
Yu Lee : “Sebaiknya.. kau susul dia. Siapa tau dia mau merubah keputusannya.. Aku sungguh tidak ingin berpisah denganmu. Dan.. kau tau sendiri. Betapa dekatnya Hye Eun dan kau. Apa yang harus ku katakan padanya, kalau mendadak kau tidak muncul lagi di kehidupannya.. Bagaimana nanti harus ku jelaskan saat ia dewasa dan menanyakanmu?”
Dong Gun : “Kau harus percaya padaku. Kita pasti bisa menyelesaikan ini..”

Tidak.. Mi Ra sudah terlanjur sedih dan sakit hati. Hukuman apapun.. sebenarnya tidak mampu mengobati luka di hatinya. Ia segera menghubungi Pengacara Lee.. pengacara keluarganya, untuk membuat selembar surat perjanjian, untuk ditandatangani oleh Han Yu Lee. Agar menghilang dari kehidupan Dong Gun. Dan tidak lagi menyandang nama Han dalam nama dia dan anaknya.

Mi Ra datang kembali ke Cheongsan, saat Dong Gun tidak ada.
Yu Lee menolak menandatangani surat itu. Apalagi melihat Hye Eun sedang menggambar, dan tema gambarnya adalah “Keluarga Han yang Bahagia di Cheongsan”.
Yu Lee : “Maaf.. aku tidak bisa. Aku tidak ingin memisahkan Hye Eun dengan ayahnya.”
Mi Ra : “Jadi, kau lebih tega memisahkan putriku dengan ayahnya? Iya?! Kau sungguh wanita jalang yang tidak punya perasaan. Shin Eun lebih tidak bisa hidup tanpa ayahnya.. Kau telah melakukan kesalahan dengan merebut suami orang.. merusak rumah tangga orang.. apa semua itu belum cukup? Ingat.. dalam waktu seminggu ini.. kalau kau tidak menghilang dari kehidupan kami.. Aku akan membuat Dong Gun menderita dan menyesal seumur hidupnya, karena tidak bisa menemukan aku atau Shin Eun.”
Yu Lee : “Kau mengancam?”
Mi Ra : “Ya. Kau bisa menyebutkan demikian. Menghukum kalian sekaligus mengancam Dong Gun. Sekarang.. sebaiknya kau menandatangani surat itu.. Sebelum kau semakin berdosa nantinya..”
Yu Lee masih berpikir. Haruskah? Bukankah dirinya sudah terlanjur berdosa selama bertahun-tahun ini? Ia sangat mencintai Dong Gun. Tapi.. rasa bersalah ini.. sungguh menyesakkan hatinya. Mi Ra benar. Dirinya telah merusak rumah tangga orang.. Dirinya telah merebut suami dari wanita lain.. Seolah sudah habis pria di dunia ini.. Kemudian..
Yu Lee meletakkan surat yang ia pegang sedari tadi.
Yu Lee : “Tidak perlu menandatangani surat perjanjian apapun. Aku.. akan membawa Hye Eun pergi.. Aku akan menjauh dan menghilang dari kehidupan kalian..”
Mi Ra : “Bagus..”

Malam itu juga.. Yu Lee berkemas. Hendak membawa Hye Eun pergi ke luar negeri. Dong Gun terlambat untuk bertemu mereka.. meski hanya terakhir kali.. atau mengucapkan selamat tinggal. Atau.. mencium kening istri dan putrinya sekali saja.
Dong Gun : “Haruskah berpisah dengan cara seperti ini.. Yu Lee? Hye Eun?”
Hingga akhirnya selama bertahun-tahun.. Dong Gun harus hidup dengan rasa kehilangan yang amat dalam. Menyuruh orang untuk mencari Yu Lee dan Hye Eun. Namun.. hinggal 15 tahun.. tak juga memberikan hasil. Yu Lee dan Hye Eun hilang.. bagai ditelan bumi..


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:08 AM | Message # 3
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 2

Sudah satu jam menunggu. Mondar mandir di ruang keamanan bandara. Menghabiskan tiga gelas kopi susu dan empat gelas air dingin. Dua petugas keamanan bandara yang menemaninya memenuhi ruangan itu juga tampaknya sudah sumpek. Jenuh. Mendengar gadis yang baru datang dari California.
Hye Eun : “Bisa dipercepat, tidak? Aku ini sudah terlambat! Masa di bandara semewah ini pencuri bisa lolos masuk mengambil barang orang seenaknya? Ah.. benar-benar tidak bonafit! Apa perlu ku bilang pada pemerintah untuk menutup saja bandara ini.. oh tidak.. seharusnya kalian semua dipecat!”
Petugas 1 : “Nona.. masa kau sekejam itu. Kami kan sudah mengakui kesalahan kami. Kami teledor. Tapi.. orang di bandara ini banyak. Tujuannya pun bermacam-macam. Mana mungkin kami bisa membedakan mana yang mau bepergian.. dan mana yang mau mencuri.. seharusnya kau bisa mengerti di bagian ini..”
Hye Eun : “Aku tidak mau tau, ya.. Pokoknya, tasku yang itu harus kembali secepatnya! Atau.. aku akan bawa kasus ini ke meja hijau!!”
Petugas 2 : “Maaf, Nona.. kalau boleh aku bertanya.. sebenarnya isi tas itu apa? Sepertinya lebih penting dari uang. Kalau uang.. kan dompetmu ada di sini bersamamu..”
Hye Eun : “Isinya adalah… alat menggambar!!”
Kedua petugas itu melongo. Seberharga itu kah??
Hye Eun tersenyum.
Kemudian, datang beberapa petugas. Mereka tampak kelelahan. Salah satunya mengatakan, telah gagal menemukan tas yang dicuri itu.
Hye Eun : “Hemm!! Ya sudahlah! Kalau kalian memang tidak bisa menemukannya. Payah!”
Hye Eun pun pergi meninggalkan ruangan itu. Setelah agak jauh.. ia meledakkan tawanya.
Hye Eun : “Dasar bodoh! Mau saja dikerjai olehku.. Padahal.. isi tas itu kan hanya alat menggambar murahan yang ku beli di depan sekolah dulu..”

Gadis itu datang ke Seoul untuk kuliah. Hye Eun tergolong gadis yang pandai. Ia berhasil mendapat beasiswa untuk kuliah di Seoul. Padahal, ibunya sudah menyiapkan biaya, supaya Hye Eun kuliah di Amerika saja. Gadis itu menolak. Dan sebenarnya juga.. ada tujuan lain yang ingin dicapainya di Seoul ini. Ia punya seorang teman. Kenalan di jejaring sosial.. Facebook. Namanya Park Mi Hee. Temannya itu juga sama. Hobi menggambar. Dan temannya itu akan memperkenalkan Hye Eun pada guru menggambar paling hebat menurutnya. Mi Hee sering menunjukkan hasil karya gurunya itu lewat email. Membuat Hye Eun sangat tertarik.
Tidak sulit mencari alamat rumah Park Mi Hee. Untung juga, Mi Hee bisa ditelpon. Mi Hee pun telah siap menyambut Hye Eun.
Mi Hee : “Hye Eun.. kau sungguh nekat..”
Hye Eun : “Demi hobi tercinta.. terjun ke Niagara pun ayoo..”
Mi Hee : “Ah.. kau ini bicara apa, sih..”
Mi Hee menawarkan, supaya Hye Eun tinggal di rumahnya saja. Dari pada mencari tempat baru, pasti mahal.
Hye Eun : “Nanti bisa merepotkan.. aku akan cari apartemen yang bagus tapi murah saja. Dan akan tinggal di sana.”
Mi Hee : “Tapi, Hye Eun.. kau kan sendirian di Seoul ini. Kalau ada apa-apa bagaimana?”
Hye Eun : “Berarti tidak ada gunanya punya teman sepertimu. Ya tentu saja aku akan mencarimu. Karena, hanya kau seorang yang ku kenal. Mengerti?”
Mi Hee : “Haha.. iya benar juga. Tapi aku tetap khawatir, Hye Eun.”
Hye Eun : “Sudahlah.. kita bahas ini lagi besok. Aku sangat lelah.”
Mi Hee : “Baik. Kau tidurlah. Aku juga sudah mengantuk. Besok, kita harus ke kampus untuk mempersiapkan segalanya.”
Hye Eun tidur di kamar tamu rumah itu untuk sementara. Orang tua Mi Hee sangat baik dan ramah. Bahkan, mereka mengizinkan seandainya Hye Eun tinggal di situ. Namun, Hye Eun tetap menolak. Ia ingin mandiri.

Kyonggi University..
Inilah tempat Hye Eun akan kuliah. Mengambil jurusan komunikasi. Ya.. selain suka menggambar.. Hye Eun juga suka berinteraksi dengan banyak orang. Dan, Mi Hee mengambil jurusan hukum. Ia ingin jadi pengacara hebat seperti ayahnya.
Mi Hee : “Hye Eun.. lihat.. sepertinya itu mahasiswa senior.. wah.. tampan sekali, ya..”
Hye Eun pasang tampang jijik.
Hye Eun : “Mi Hee.. Mi Hee.. seperti itu kau bilang tampan.. aikh.. menurutku.. sama sekali tidak tampan. Tampan itu seperti Jo In Sung. Aktor Korea yang sangat ku suka itu.”
Mi Hee : “Rupanya.. dari sekian banyak hal yang sama antara kita.. hanya satu yang membedakan.. yaitu.. selera terhadap pria. Hahahaha. Kau lihatlah.. kakak itu.. mirip sekali dengan Choi Shi Won..”
Hye Eun tertawa terbahak-bahak.
Hye Eun : “Ya.. ya.. ya.. memang sangat mirip dengan Choi Shi Won. Tapi bukan wajahnya. Melainkan..”
Tak selesai ia berkata.. namun tawa sudah meledak-ledak. Dan Mi Hee memahami apa yang mau dikatakan sahabatnya itu setelah kata “melainkan”. Ia ikut tertawa.

Selesai mengurusi keperluan di kampus.. Hye Eun ditemani Mi Hee mencari apartemen yang bagus tapi murah. Syukurlah.. mereka menemukan di lokasi yang strategis. Tak jauh dari kampus.. juga tak jauh dari rumah Mi Hee.
Mi Hee : “Tempatnya lumayan.. kau mau yang ini?”
Hye Eun : “Hmm.. iya. Aku mau minta mereka menyiapkan tempat yang lebih tinggi. Lantai enam.. aku rasa pas.”
Mi Hee : “Tinggi sekali..”
Hye Eun : “Sudahlah.. kau jangan cerewet. Setinggi apapun, kalau ada lift.. tidak akan menjadi masalah untukku.”

Singkat cerita tanpa basa-basi.. Hye Eun pun tinggal di apartemen Dong Hwa. Mi Hee membantunya berbenah. Membeli beberapa perabotan.. seperti perlengkapan tidur, perlengkapan mandi, dan furniture lainnya.
Mi Hee : “Nyaman juga ya tempat ini..”

Malam pertama di apartemen, Hye Eun menelpon ibunya. Mengabarkan, bahwa dirinya baik-baik saja, dan semua hal berjalan lancar. Ibunya selalu berpesan, agar Hye Eun selalu menjaga dirinya. Walau ia tau putrinya punya sahabat yang baik, tapi tetap saja khawatir.
Hye Eun : “Ibu.. tenang saja. Aku nyaman di sini. Yang lebih penting.. aku aman, kok.”
Yu Lee : “Iya. Ibu percaya. Belajar yang rajin, Sayang.. Buat ibu bangga..”
Hye Eun : “Tentu, Bu..”

Hari pertama kuliah..
Hye Eun sudah membeli mobil kecil, untuk memudahkan segala transportasinya. Ia menjemput Mi Hee, yang jadwal kuliahnya bersamaan dengannya.
Mi Hee : “Aahh.. kau benar-benar mahasiswi baru yang paling kaya di Kyonggi. Hahahaha..”
Hye Eun : “Aku kan hanya ingin memudahkan seluruh urusanku. Eh, kapan kita akan bertemu dengan guru menggambar itu?”
Mi Hee : “Nanti sore. Aku sudah buat janji, kok.”
Hye Eun : “Bagus..”

Pelajaran tidak begitu ketat. Masih perkenalan. Dan materi awal yang juga masih tahap perkenalan. Hye Eun sangat menikmati kuliahnya.

Mi Hee sudah menunggu di tempat parkir. Mereka mau ke Cheongsan, menemui guru menggambar yang Mi Hee sering ceritakan. Namanya.. Goo Jung Min.
Mi Hee : “Dia pria yang baik, tampan, dan pandai. Dia sungguh pandai menggambar, dan melukis. Dia pekerja sebagai kartunis di salah satu stasiun tv swasta. Aku yakin, kau akan langsung menyukainya.”
Hye Eun : “Kau mulai mempromosikan seorang pria kepadaku. Aku hanya mau menggambar. Itu saja. Lalu, aku akan memamerkan semua hasil karyaku di sebuah galeri. Setelah itu.. mendapat uang.”
Mi Hee : “Aku tidak mempromosikannya. Kau saja yang mulai besar kepala. Hahaha. Aku menceritakan bagaimana dia.. karena akulah yang menyukainya.”
Hye Eun : “Ohh.. kenapa kau tidak bilang dari tadi? Kalau kau mau.. aku bisa membantumu.. membuat kalian bisa bersama.”
Mi Hee : “Tapi aku terlalu malu.. aku tidak percaya diri untuk mengutarakan perasaanku. Tau kan..?”
Hye Eun : “Kita lihat saja nanti.”
Mi Hee mengambil air minum di jok belakang. Terlalu banyak bicara, membuat tenggorokannya haus.

Cheongsan..
Kota yang indah. Tidak banyak gedung-gedung tinggi seperti di Seoul.
Mi Hee menunjukkan jalan, di mana mereka bisa menemui guru itu.

Rumahnya bagus. Sebuah mobil porche diparkir di depannya. Halamannya luas. Ditumbuhi rerumputan dan bunga-bunga yang indah.
Mi Hee : “Di musim semi dan musim panas.. memang tampak indah. Saat musim gugur.. lalu musim dingin.. semuanya tertutup salju.”
Hye Eun : “Kau sering kemari?”
Mi Hee : “Seminggu sekali. Setiap akhir Sabtu. Senin pagi kembali ke Seoul.”
Hye Eun : “Yaa.. tempatnya menarik. Menyenangkan.”

Seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuk kedua gadis itu.
Mi Hee : “Gung Ju Tae.. apa.. Jung Min ada?”
Gung Ju Tae : “Ada. Sedang bekerja di belakang. Seperti biasa.. berkutat dengan kanvas dan cat warnanya.”
Mi Hee : “Aku sudah menebaknya..”

Benar saja. Pria yang dicari memang sepertinya sedang sibuk melukis. Tangannya begitu lentur mengoleskan cat warna hijau pada kanvas. Lalu cat warna kuning.. terakhir merah. Saking fokus dan konsentrasi melukis, ia sampai tidak menyadari kehadiran Mi Hee dan Hye Eun.
Tiba-tiba..
Hye Eun : “He’s not hansome..”
Suaranya keras dan kuat.
Mi Hee : “What?”
Sementara Mi Hee berbisik dengan menekan suaranya. Bukannya ia tak mendengar atau tak mengerti yang dikatakan Hye Eun dalam Bahasa Inggris. Ia cuma terkejut. Ia juga berharap Jung Min tidak mendengarnya.
Salah.. Jung Min mendengar dan mengerti bahasa itu.
Jung Min : “Benarkah aku tidak tampan?”
Hye Eun : “Bukan kau yang aku maksud..”
Jung Min : “Pria di sini hanya aku. Atau.. yang kau maksud adalah.. Pico, anak anjingku?”
Hye Eun : “Sudahlah.. tidak usah dibahas. Tidak penting, kan? Mi Hee.. bilang padanya.. apa tujuan kita ke sini. Aku tidak mau buang-buang waktu.”
Mi Hee mendekati Jung Min.
Mi Hee : “Selamat siang, Kak..”
Jung Min tersenyum. Sepertinya dia ramah.. pikir Hye Eun.
Jung Min : “Selamat siang, Mi Hee.. Apakah.. kuliahmu sudah dimulai?”
Mi Hee : “Iya, Kak.. Tapi belum terlalu ketat. Mungkin mulai minggu depan baru akan banyak kegiatan.”
Jung Min : “Baguslah kalau begitu.”
Lalu, Mi Hee memperkenalkan Hye Eun pada Jung Min.
Mi Hee : “Dia Oh Hye Eun. Teman yang ku ceritakan padamu beberapa waktu lalu. Dia sangat suka menggambar dan melukis.”
Jung Min : “Ya.. aku masih ingat wajahnya. Kau pernah menunjukkan foto profile di Facebooknya, kan..?”
Mi Hee : “Hee.. iya.. aku baru ingat..”
Apa? Ternyata.. pria itu sudah mengenali Hye Eun dari tadi? Astaga.. Mi Hee.. kenapa kau tidak bilang apa-apa sebelumnya?
Jung Min : “She’s not beautiful..”
Ia berbisik pada Mi Hee. Namun, bisikan itu juga bisa didengar oleh Hye Eun.
Jung Min : “Jadi.. apakah kita sudah bisa memulai untuk menggambar? Atau mau melukis?”
Mi Hee : “Oh.. tentu. Aku sudah siap dengan peralatanku. Hye Eun, kau juga, kan?”
Hye Eun mengeluarkan kertas gambar, pensil, dan pensil warna dari tasnya.
Jung Min : “Baiklah.. seperti biasa.. kalian bebas menggambar apa saja dengan warna bebas. Nanti, aku akan mengomentarinya. Silahkan..”


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:10 AM | Message # 4
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 3

Han Shin Eun baru pulang dari kampus. Dengan diantar oleh supir pribadinya. Saat ia memasuki ruang tamu.. terdengar suara ribut-ribut dari ruang kerja ayahnya. Ia pun segera melihat apa yang terjadi.
Mi Ra : “Honey.. ternyata kau belum bisa melupakannya?”
Dong Gun : “Mana mungkin bisa aku melupakan istri dan anakku? Itu tidak mungkin, Mi Ra..”
Mi Ra : “Tapi.. mengkhianati aku dan Shin Eun sangat mudah. Bukan begitu.. Honey?”
Dong Gun : “Maaf.. aku mulai malas membicarakan hal ini. Lain kali, tidak perlu kau bahas..”
Dong Gun memakai jasnya. Lalu bersiap pergi. Tapi, ia melihat Shin Eun di depan pintu. Apakah ia baru sampai? Atau sudah sejak lama ia berdiri di situ? Selama ini, Shin Eun tidak pernah tau, kalau ayahnya pernah punya istri dan anak selain dirinya dan ibunya.
Shin Eun : “Ayah.. apa yang terjadi? Suara kalian terdengar sampai ke ruang tamu.”
Dong Gun : “Hanya keributan kecil. Ayah ke kantor dulu.”
Shin Eun melihat Mi Ra masih di dalam ruang kerja. Menangis. Dari suara tangisannya, bukan seperti keributan kecil.
Shin Eun : “Ibu.. apa yang terjadi?”
Mi Ra tidak menjawab. Shin Eun melihat sebuah frame foto patah, dan tergeletak di lantai. Fotonya sudah tidak ada.
Mi Ra : “Ibu tidak apa-apa. Kau baru pulang kuliah? Cepat mandi, lalu makan siang.. sudah ibu masakkan sup kesukaanmu. Setelah itu istirahatlah.”
Shin Eun : “Tapi, Bu..”
Mi Ra : “Lakukan apa yang ibu katakan, Shin Eun..”
Lalu, Mi Ra keluar dari ruangan. Memanggil Pelayan Hong, dan menyuruhnya membereskan ruang kerja Dong Gun.

Shin Eun masuk ke kamar. Ia menelpon kekasihnya.. Kim Yun Suk.
Yun Suk : “Apa mereka ribut lagi?”
Shin Eun : “Iya. Ini bukan yang pertama, kedua atau ketiga. Ini sudah ratusan kali dalam kurun waktu 15 tahun ini. Paling parah.. lima tahun belakangan ini. Aku sering mendapati mereka berdua ribut di ruang kerja. Dan mereka.. sedikit pun tidak mau memberitauku apa masalahnya. Aku sungguh ingin membantu.. aku ingin melihat mereka rukun kembali..”
Yun Suk : “Mungkin.. kau harus mulai bertanya pada ayahmu. Kalau mereka sudah berpikir, kau boleh mengetahuinya.. aku yakin mereka akan memberitaumu.”
Shin Eun : “Hmm.. semoga saja begitu.”

Setelah kepergian Yu Lee dan putrinya sekitar lima belas tahun yang lalu, Dong Gun tidak berhenti mencari mereka, lewat orang-orang suruhan. Kemudian, Mi Ra mengetahuinya dan marah besar. Hampir saja memutuskan untuk bercerai. Tapi Dong Gun meminta Mi Ra berpikir ulang. Memikirkan nasib Shin Eun yang waktu itu masih sangat kecil, dan butuh kasih sayang kedua orang tuanya. Kalau sudah memikirkan ini.. Mi Ra bisa langsung melunak.
Namun, Dong Gun tetap tidak bisa diam saja. Yu Lee dan putrinya entah berada di mana saat ini. Apakah mereka hidup dengan baik atau bagaimana.. Dong Gun benar-benar tidak bisa tenang. Jadi, ia tetap menyuruh orang mencari mereka.

Setelah puas mengobrol, Shin Eun menutup telponnya. Kemudian tidur siang. Karena malam nanti masih ada jadwal kuliah.

Hye Eun : “Selesai..”
Hye Eun menyelesaikan gambarnya. Mi Hee melihat hasil karya Hye Eun.
Mi Hee : “Apa yang kau gambar itu?”
Hye Eun : “Ini adalah..”
Sebelum Hye Eun menceritakan maksud gambarnya.. Jung Min memotong kalimatnya.
Jung Min : “Kau belum berhak menceritakan isi gambarmu pada orang lain, sebelum menceritakannya padaku. Mengerti?”
Hye Eun : “Kenapa begitu? Aku yang menggambar ini. Aku berhak menceritakan isinya pada siapapun.”
Jung Min : “Aku gurumu. Patuhi apa yang gurumu bilang. Karena semua demi kebaikan muridnya. Mengerti?”
Hye Eun tidak bicara lagi. Ia jadi kesal setengah mati.
Jung Min melihat gambar hasil karya Hye Eun. Agak lama.. lalu berkomentar.
Jung Min : “Ini gambar tentang apa?”
Hye Eun : “Keluarga. Aku dan ayah ibuku.”
Jung Min memandang Hye Eun. Melihat gambar itu lagi.
Jung Min : “Gambarnya memang bagus. Tapi.. aku tidak menyangka.. ternyata kau anak yang berbakti pada orang tua, ya..”
Hye Eun : “Satu pelajaran untukmu.. don’t judge the book by the cover. Jangan menilai orang dari tampangnya. Mengerti?”
Jung Min : “Jadi.. kita sama-sama belajar di sini. Terimakasih.. sudah membantuku menambah ilmu. Walau tadinya aku tidak bermaksud demikian.”
Hye Eun habis kesabaran.
Hye Eun : “Oh ya??”
Ia mengambil segelas soda yang disajikan oleh Gung Ju Tae tadi. Menyiramkan ke wajah Jung Min.
Mi Hee : “Waaahh Hye Eun.. apa yang kau lakukan?”
Hye Eun : “Aku sedang memperkenalkan diriku padanya.”
Mi Hee segera mengambil tissue dan melap wajah Jung Min.
Hye Eun : “Aku tidak mau belajar menggambar lagi padanya. Lebih baik cari guru yang lebih professional!”
Hye Eun mengemasi peralatannya. Lalu pergi.
Mi Hee bingung. Tapi ia mengejar Hye Eun sampai ke halaman depan.
Mi Hee : “Hye Eun.. tolong jangan begini. Minta maaf ya pada Kak Jung Min..”
Hye Eun menoleh pada Mi Hee. Menatap sahabatnya itu. Ia tidak habis pikir. Mi Hee.. memberikan saran yang begitu mengerikan.
Hye Eun : “Apa..?! Minta maaf? Padanya? Kau sudah gila, ya? Dari awal.. sejak kita datang tadi.. dia sudah tampak tidak menyenangkan.. dan pada akhirnya dia memang sangat tidak menyenangkan. Kau bilang dia baik..? Baik apanya? So worst..! Kalau memang dia seorang kartunis.. maka, dia adalah.. kartunis yang payah!!”
Mi Hee : “Aduh.. Hye Eun.. jangan begitu.. ayolah..”
Hye Eun : “Ah.. sudahlah. Aku mau pulang sekarang. Kalau kau mau ikut.. cepat berkemas. Aku tunggu di mobil.”

Shin Eun mengikuti kuliah malam. Ia kuliah di jurusan komunikasi. Sudah semester akhir. Mi Ra yang minta. Dan.. ibunya juga berharap.. Shin Eun mau meneruskan S2, di ilmu manajemen. Supaya bisa membantu ayahnya di perusahaan.
Namun malam itu.. pikiran Shin Eun sama sekali tidak bisa konsentrasi. Ia teringat kejadian tadi siang.
Saat keluar dari kelas.. ia melihat Yun Suk sudah menunggunya.
Yun Suk : “Aku tau.. kau sedang bad mood. Ayo.. kita makan malam bersama. Mungkin sedikit soju bisa membuat pikiranmu tenang.. walau hanya sebentar. Ayo..”
Mereka memilih restoran mie kecap di pinggir jalan. Tak jauh dari kampus.
Yun Suk : “Aku menemukan apartemen yang lebih bagus dari yang sekarang. Harganya lebih murah 20 persen. Aku akan pindah ke sana. Mungkin hari Senin ini.”
Shin Eun : “Benarkah? Di mana lokasinya?”
Yun Suk : “Dong Hwa.”
Shin Eun tersenyum. Ia tau tempat itu.
Shin Eun : “Tempatnya memang bagus. Dan.. penuh dongeng. Aku dengar.. di sana sering dibagikan dvd melodrama. Nanti, kalau kau tak mau menontonnya, berikan padaku saja, ya..”
Yun Suk : “Iya.. tenang saja.. Aku paling tau, kalau kau menyukai film-film konyol begitu.”
Shin Eun : “Konyol bagaimana? Film-film itu selalu berhasil membuatku menangis sesenggukkan.”
Yun Suk menuangkan soju untuk kali ke dua pada gelas mereka. Keduanya memang kuat minum.

Apartemen baru Yun Suk di Dong Hwa, menempati lantai enam. Shin Eun membantunya menata apartmeen barunya. Memilih warna dinding dan karpet.. juga beberapa perabotan baru.
Yun Suk : “Terimakasih, ya..”
Shin Eun : “Tidak perlu berterimakasih. Kalau kita sudah menikah.. dan punya rumah sendiri.. aku pasti akan melakukan hal yang sama. Bahkan jauh lebih baik.”
Yun Suk tertawa. Ia mengerti.. Shin Eun memang selalu ingin yang terbaik dari yang paling baik. Melakukan hal terbaik yang bisa ia lakukan.
Shin Eun : “Sesempatnya, aku akan masak makanan untukmu, dan menaruhnya di kulkas. Kau tinggal menghangatkannya di oven saja. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk tidak makan tiga kali sehari. Mengerti?”
Yun Suk : “Iya, Bu..”
Mereka tertawa.
Yun Suk : “Kau seperti ibuku saja. Mengatur ini itu. Membuat dirimu sibuk sendiri.”
Shin Eun : “Aku ini tunanganmu.. Kita kan sebentar lagi jadi suami istri. Bukannya mengatur. Tapi aku sangat peduli kepadamu.”
Yun Suk : “Baiklah.. Han Shin Eun adalah.. tunangan.. sekaligus ibu untuk Kim Yun Suk.”
Shin Eun : “Dasar!”

Suatu pagi..
Suara alarm jam membangunkan Hye Eun. Sudah pukul tujuh pagi. Kuliah hari itu dimulai pukul sepuluh. Masih ada waktu luang untuk jogging. Hye Eun segera bangkit, lalu ke kamar mandi, dan mencuci wajahnya. Setelah ganti baju, dan membawa handuk juga sebotol air minum, ia keluar dari apartemen. Wah.. udaranya segar sekali. Hye Eun langsung menikmatinya.
Ia berlari mengelilingi kompleks lokasi apartemennya berada. Sejak tinggal di sini, Hye Eun belum pernah memperhatikan keindahan tempat itu.
Apartemen Dong Hwa memang terletak di pinggir jalan. Di samping kanannya ada pertokoan kecil. Di samping kirinya ada sebuah taman dengan banyak bangku. Juga ada lapangan tennis. Serta tempat beberapa tennis meja diletakkan. Orang-orang yang sudah lanjut usia sering memainkannya. Di belakang bangunan.. terhampar sebuah danau buatan yang sangat indah. Kalau malam, air mancurnya dinyalakan. Benar-benar indah.
Saat lelah, ia duduk di salah satu bangku di taman. Menikmati udara yang masih segar dan sejuk.
Kemudian, seorang pria muda duduk di sampingnya.
“Hai..” Pria itu menyapa Hye Eun.
Hye Eun : “Hai juga..”
Pria itu adalah Kim Yun Suk.
Yun Suk : “Aku penghuni baru di apartemen itu.”
Hye Eun : “Oh.. begitu.. Aku juga baru. Belum seminggu tinggal di situ.”
Yun Suk : “Namaku Kim Yun Suk. Kau?”
Hye Eun : “Oh Hye Eun. Lantai berapa?”
Yun Suk : “Enam. Kau?”
Hye Eun : “Aku juga di lantai enam.”
Yun Suk : “Waahh.. berarti kita tetangga, ya..”
Keduanya tersenyum.
Hye Eun : “Iya. Kalau begitu.. aku duluan, ya..”
Yun Suk : “Sama-sama saja.. aku juga mau kembali ke apartemen.”
Hye Eun : “Oh.. baiklah..”
Sepanjang jalan menuju apartemen, mereka banyak ngobrol.
Hye Eun pun akhirnya tau, kalau Yun Suk bekerja mengurus perusahaan keluarganya yang memiliki cabang di Korea Selatan. Tepatnya di Seoul. Sedangkan pusatnya berada di Amerika. Tepatnya di California.
Hye Eun : “Wah.. berarti.. kau berasal dari California?”
Yun Suk : “Sebenarnya aku lahir di Seoul. Hanya saja.. dibesarkan di California.”
Hye Eun : “Aku tidak menyangka.. kita bisa memiliki banyak persamaan. Ya aku juga lahir di Korea, lalu pindah ke California.”
Yun Suk : “Dan sepertinya kita akan cepat akrab.”
Hye Eun tersenyum.
Hye Eun : “Kau benar.”


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:11 AM | Message # 5
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 4

Benar saja.. tak sampai seminggu, Yun Suk dan Hye Eun sudah sangat akrab. Sifat dan sikap Hye Eun yang apa adanya, membuat Yun Suk nyaman berada di dekatnya. Ya ampun.. pikiran apa yang sedang mampir di benak Yun Suk? Dirinya akan menikah dengan Shin Eun. Pasti.
Tapi.. sejujurnya.. bersama Hye Eun lebih nyaman.
Keakraban mereka tidak hanya karena mereka tetangga. Kadang-kadang, Hye Eun harus minta bantuan pada Yun Suk, untuk memasang lampu, membetulkan kran, dan membersihkan sawang-sawang. Dan kadang-kadang pula, mereka makan malam bersama di warung kecil, tepat di seberang jalan apartemen tempat mereka tinggal.

Suatu malam, Yun Suk baru pulang kerja. Ia melewati depan aparteme Hye Eun. Melihat pintu kamarnya terbuka.
Yun Suk : “Hye Eun..!”
Tidak ada yang menyahut. Yun Suk memanggilnya lagi.
Yun Suk : “Hye Eun..!”
Hye Eun tidak juga menjawab.
Yun Suk jadi khawatir. Ia segera masuk ke dalam. Mencari Hye Eun ke seluruh ruangan. Akhirnya, ia menemuka Hye Eun tergeletak di lantai kamarnya.
Yun Suk : “Astaga! Hye Eun!”
Ia segera mengangkat tubuh Hye Eun, dan membaringkannya di ranjang. Badan Hye Eun agak demam.
Yun Suk : “Hye Eun..”
Ia mendekatkan minyak angin di hidung Hye Eun. Hingga gadis itu akhirnya sadar.
Hye Eun : “Yun Suk..”
Yun Suk : “Kau kenapa? Apa perlu kita ke dokter?”
Hye Eun : “Oh.. tidak perlu. Sepertinya aku memakan sesuatu yang salah. Anemiaku jadi kambuh.. dan aku kehilangan kesadaranku.”
Yun Suk : “Benarkah hanya begitu?”
Hye Eun mengangguk.
Yun Suk : “Memangnya.. apa yang kau makan?”
Hye Eun : “Aku tidak sengaja menelan timun. Ku pikir itu apel. Karena dipotong kecil-kecil dan terasa manis.”
Yun Suk : “Ada-ada saja kau ini.. Ya sudah. Istirahatlah.. aku pulang dulu.”
Hye Eun mengangguk.

Siang ini..
Dong Gun menemui Park Chil Suk.. orang yang ditugaskan oleh Dong Gun mencari Yu Lee dan putrinya.
Dong Gun : “Bagaimana? Yang kau katakan di telpon tadi.. apakah itu benar? Kau sudah menemukan petunjuk tentang keberadaan mereka?”
Chil Suk : “Sedikit. Tapi, seperti yang sudah ku katakan.. aku juga belum yakin. Jangan khawatir. Kau bisa membantu untuk meyakinkan kebenaran akan petunjuk ini.”
Chil Suk mengeluarkan amplop coklat dari tas kerjanya. Ada beberapa lembar berkas di dalam situ.
Chil Suk : “Agenku di Amerika.. tidak sengaja menemukan arsip ini di ruang tata usaha sebuah SMA unggulan. Data seorang alumni SMA tersebut. Oh Hye Eun. Nama ibunya.. Oh Yu Lee.. ini silahkan kau baca.”
Dong Gun mengambil berkas itu. Chil Suk juga menyerahkan selembar foto yang tadinya juga berada dalam satu amplop dengan berkas itu. Foto siswi tersebut. Dong Gun mengenali foto itu.
Dong Gun : “Dia memang putriku. Wajahnya tidak banyak berubah sejak terakhir aku melihatnya saat ia masih berusia lima tahun. Ia sangat mirip dengan ibunya. Dari data ini pun, sudah jelas.. dia Hye Eun. Golongan darahnya.. B. Catatan kesehatan giginya.. Hobi dan kesukaannya.. menggambar. Dan yang paling ia sukai adalah menggambar keluarganya.”
Chil Suk : “Menurut informasi yang ku dapat.. dia siswi dengan prestasi terbaik di SMA tersebut. Dan, saat aku mencari alamat yang ada di data itu.. mereka sudah pindah.”
Dong Gun : “Itu artinya.. kita harus lebih intensif lagi mencari mereka.”
Chil Suk : “Tentu. Aku akan mencari mereka untukmu. Sampai dapat..”
Dong Gun : “Terimakasih..”

Mi Hee mencari Hye Eun di kampus. Dan menemukan sahabatnya itu di perpustakaan.
Mi Hee : “Bisa kita bicara, Hye Eun?”
Hye Eun : “Tentu. Mari kita cari tempat yang nyaman di luar.”
Lalu keduanya duduk di bangku taman.
Mi Hee : “Aku tau.. Jung Min bukan pria tipemu. Tapi.. kejadian kemarin.. sungguh membuatku tidak punya muka untuk bertemu dia lagi.”
Hye Eun : “Dan kau menyalahkan dirimu.. karena membawa teman yang salah?”
Mi Hee : “Bukan begitu.. tapi..”
Hye Eun : “Atau.. kau menyalahkan aku atas kejadian kemarin, karena aku tidak suka gayanya yang sok mengaturku?”
Mi Hee : “Aku tidak menyalahkan kau atau dia.. apalagi menyalahkan diriku. Aku hanya ingin kalian berbaikan. Ayolah, Hye Eun.. ku mohon..”
Hye Eun : “Tidak mau.”
Mi Hee : “Kenapa? Apakah separah itu kesalahannya? Sampai terjadi permusuhan seperti ini.”
Hye Eun : “Begini ya, Mi Hee.. Terkadang kita tidak perlu meminta atau memberikan maaf, kepada orang yang benar-benar menyebalkan.. Dan kita sebaiknya tidak menemui orang yang benar-benar tidak ingin kita temui.. Itu prinsipku.”
Mi Hee terdiam. Hanya bisa melihat Hye Eun yang kemudian pergi meninggalkannya sendiri di taman itu. Ia harus melakukan sesuatu..

Mi Hee menemui Jung Min di Cheongsan.
Mi Hee : “Kak Jung Min.. Maaf ya.. kedatanganku terakhir kali sangat memalukan.”
Jung Min : “Kenapa kau yang minta maaf?”
Mi Hee : “Karena aku yang mengajaknya ke sini. Aku tidak mau kau marah padaku..”
Jung Min tersenyum.
Jung Min : “Jangan meminta maaf untuk kesalahan yang tidak kau lakukan. Bukan kau yang menyiram wajahku dengan jus. Juga bukan kau yang menentangku kemarin. Sudahlah.. lupakan saja. Lagi pula, tidak ada bagus-bagusnya mengingat wanita aneh seperti itu.”
Mi Hee : “Iya..”
Kemudian, Jung Min mempersilahkan Mi Hee menggambar seperti biasa.
Akhir pertemuan hari itu, Jung Min meminta Mi Hee untuk tidak datang dulu selama dua bulan ke depan. Karena, Jung Min mau pulang ke Jeju. Ada urusan penting di sana.

Yun Suk menelpon Shin Eun.
Yun Suk : “Ada undangan pesta teman di Jeju. Besok sore berangkat. Kau bisa ikut?”
Shin Eun : “Besok sore, ya? Wah.. aku ingin sekali ikut. Tapi.. tiga hari ini, aku ada ujian di kampus..”
Yun Suk : “Sayang sekali.. baiklah. Kau ujian yang benar. Jangan menjawab soal dengan asal-asalan. Mengerti?”
Shin Eun : “Kau juga harus hati-hati di jalan, ya..”

Yun Suk melihat Hye Eun di tempat parkir. Sepertinya baru pulang kuliah.
Yun Suk : “Hye Eun..!”
Hye Eun : “Hai..”
Yun Suk : “Baru pulang?”
Hye Eun : “Iya..”
Yun Suk : “Ayo, kita masuk sama-sama..”
Yun Suk menggandeng tangan kiri Hye Eun.
Saat di dalam lift..
Yun Suk : “Apa.. tiga hari ini kau ada acara? Atau mungkin sibuk?”
Hye Eun menerawang. Mengingat-ingat jadwal kuliahnya. Lalu menggeleng.
Hye Eun : “Tidak. Kenapa?”
Yun Suk : “Ikutlah denganku ke Jeju. Temanku mengadakan pesta.”
Hye Eun : “Wah.. Jeju, ya? Keren sekali tempat itu. Selama ini hanya melihat di internet saja.”
Yun Suk : “Jadi bagaimana? Ikut, ya?”
Hye Eun : “Aku tidak akan menolaknya.. Tentu aku mau ikut..”
Yun Suk : “Kita berangkat besok sore.”
Hye Eun : “Baiklah.”

Yun Suk mengajak Hye Eun naik pesawat pribadinya menuju Jeju.
Hye Eun : “Berapa hari kita di sana?”
Yun Suk : “Mm.. pestanya besok siang. Pasti sampai malam. Kemungkinan besok lusa baru kita bisa pulang.”
Hye Eun : “Kau sering ke sana?”
Yun Suk : “Tidak juga. Kecuali kalau ada bisnis saja.”
Seorang pramugari menyuguhi mereka masing-masing segelas cola.
Hye Eun : “Di sini sangat nyaman.. dari pada pesawat domestik pada umumnya.”
Yun Suk : “Oh ya? Ibuku yang mendesign isinya.”
Hye Eun : “Ibumu pasti wanita yang pandai.”
Yun Suk : “Benar sekali. Sejak muda, selau berprestasi. Bahkan saat melahirkan aku. Dia berjuang antara hidup dan mati. Supaya aku bisa keluar dari perutnya dengan nyaman dan aman.”
Hye Eun malah tertawa mendengar Yun Suk bercerita.
Hye Eun : “Semua wanita yang telah menikah memang begitu.”
Yun Suk ikut tertawa.

Jung Min tiba di Jeju. Ayahnya sakit keras. Dan tak bisa mengurus perusahaannya. Ibunya meminta, supaya Jung Min sementara mengurus perusahaan.
Jung Min : “Ayah.. Bagaimana keadaanmu? Maaf.. aku baru bisa pulang dan menjengukmu.”

Ayah Jung Min sudah sangat tua. Tapi semangatnya mengembangkan perusahaan taninya tidak pernah ikut tua. Goo Il Jeong mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Memiliki ladang luas untuk menanam padi, jagung, dan sebagainya. Mereka menjual hasil panen ke masyarakat luas. Tidak hanya di Korea Selatan. Tapi juga Korea Utara, Jepang, Cina, hingga Indonesia dan negara-negara di Eropa. Mereka juga memiliki sebuah restoran yang sangat terkenal. Menyediakan menu makanan dari seluruh dunia. Ibunya Jung Min, Goo Suh Yun, yang mengelolanya.
Keluarga ini sebenarnya sangat kaya. Tabungan mereka sangat banyak. Dan asset kekayaan mereka ada di mana-mana. Cabang restoran itu pun ada banyak cabangnya. Tersebar hingga ke seluruh Korea Selatan dan Utara. Namun, kehidupan mereka sangat sederhana. Jung Min saja.. yang seharusnya membantu keluarga mengurus perusahaan, malah bekerja di perusahaan orang sebagai kartunis.
Rumah mereka terletak di dekat pantai.. tak semewah rumah yang biasanya dimiliki oleh orang-orang sekaya mereka. Terletak di tanah yang luasnya tiga hektar. Tapi rumahnya hanya satu hektar. Sisanya taman dan satu paviliun, yang dipakai Jung Min untuk menggambar dan melukis.
Jung Min : “Aku akan membantu ayah.. Jangan khawatir.. Ada aku.. Semua akan baik-baik saja. Ayah.. hanya perlu memikirkan kesehatan saja. Jangan memikirkan perusahaan. Jangan memikirkan bisnis. Ada aku..”
Il Jong : “Ya.. Ayah percaya padamu.. Lakukan yang terbaik.. yang bisa kau lakukan. Mengerti?”
Jung Min : “Aku mengerti, Ayah..”


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:13 AM | Message # 6
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 5

Shin Eun menelpon Yun Suk saat pulang kuliah. Tapi, ponsel Yun Suk tidak aktif.
Shin Eun : “Tidak biasanya dia mematikan ponsel..”
Ia terus mencoba menghubungi Yun Suk. Tetap tidak bisa.
Shin Eun : “Mungkin sedang sibuk.. Nanti ku coba lagi.”

Yun Suk memesan dua kamar di sebuah hotel dekat pantai. Memang tidak terlalu mewah. Tapi sangat indah.
Hye Eun : “Ini.. pertama kalinya aku ke sini.”
Yun Suk : “Lebih indah dari pada yang ada di Google, kan?”
Hye Eun tersenyum. Ia mengeluarkan ponselnya.
Hye Eun : “Tolong.. fotokan aku.. perlihatkan papan nama hotelnya..”
Yun Suk melakukan yang Hye Eun minta. Pada akhirnya, mereka berdua malah berfoto ria. Sampai minta tolong pada orang untuk memotret mereka berdua.

Malam harinya, Yun Suk dan Hye Eun berjalan-jalan di tepi pantai. Udaranya cukup dingin. Jadi, mereka memakai jaket.
Hye Eun : “Aku menyukai pantai. Aku sering menjadikan pantai sebagai objek menggambarku.”
Yun Suk : “Lain kali, kau harus menjadikan aku salah satu objek dalam gambarmu. Bagaimana?”
Hye Eun menatap Yun Suk.
Hye Eun : “Berani bayar berapa?”
Yun Suk : “Hm…. Aku akan mengajakmu ke tempat-tempat yang indah di Korea ini.”
Hye Eun : “Sungguh?”
Yun Suk mengangguk.
Hye Eun : “Baiklah.. aku akan menggambar dirimu.”

Pesta pebisnis itu pun di gelar di sebuah gedung mewah di Jeju. Diselenggarakan oleh panitia pesta yang terdiri dari beberapa pebisnis muda. Pesta ini diadakan, untuk mempererat tali persahabatan di tengah ketatnya persaingan yang dilakukan setiap hari, tanpa jeda waktu.

Yun Suk dan Hye Eun tiba di depan gedung yang sudah penuh dengan para wartawan dan reporter tv.
Yun Suk : “Nanti.. mengakulah sepupuku..”
Hye Eun : “Baik.”
Benar saja, para jurnalis itu menanyai apa hubungan Hye Eun dan Yun Suk. Karena keduanya terlihat sangat akrab.
Hye Eun : “Kami saudara sepupu. Ya.. orang tua kami di California bersaudara.”
Dalam hati, Yun Suk sudah punya rencana. Jawaban apa yang akan diberikannya, bila Shin Eun melihat fotonya berdua dengan Hye Eun dimuat di surat kabar atau muncul di tv.
Salah satu panitia pesta mengenal Yun Suk dengan baik. Mereka mengobrol banyak. Juga mengobrol dengan teman-teman bisnis mereka.
Hye Eun : “Aku permisi ke toilet dulu.”

Toiletnya terletak di bagian samping gedung ini. Sebenarnya Hye Eun tidak ingin melakukan apapun di toilet. Ia hanya mau mencari udara segar. Penat juga berkumpul dengan orang-orang yang tak dikenalnya.
Saat hendak masuk ke pintu utama toilet.. tiba-tiba seseorang menabrak Hye Eun hingga jatuh.
Hye Eun : “Ahh..!”
Seorang pria muda.. dan.. Hye Eun mengenali wajah pemuda itu.
Hye Eun : “Guru Menggambar??”
Ya. Pria itu adalah Jung Min.
Hye Eun menatap Jung Min. Pria itu tampak berbeda dari sebelumnya. Ia tampak lebih elegan, dengan jas hitam dan dasi warna biru.
Hye Eun : “Kau sedang apa di sini?”
Jung Min : “Bukan urusanmu. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di pesta ini? Apa kau bersama Mi Hee?”
Hye Eun : “Untuk apa kau tanya-tanya?”
Jung Min : “Hanya ingin tau.”
Hye Eun : “Bukan urusanmu.”
Jung Min : “Ku beritau kau satu hal, Nona Oh.. Kau ini sebenarnya tidak cantik. Jadi, jangan terlalu galak. Nanti, bisa membuatmu semakin jelek.”
Hye Eun : “Apa kau bilang? Aku galak? Ohh.. orang bersikap galak, pasti ada sebabnya.”
Jung Min : “Lalu.. apa sebabnya kau galak padaku? Aku sama sekali tidak mengenalmu sebelumnya. Entah apa kesalahanku.. sehingga kau bersikap demikian galak padaku. Bukankah sangat aneh..”
Hye Eun : “Kau tidak sadar, ya.. Wajah lugumu yang sok tidak punya dosa itu.. sungguh membuatku jijik. Dan juga.. bagaimana sikapmu padaku waktu di Cheongsan itu? Apa tidak keterlaluan?”
Jung Min : “Heh.. kau juga tidak sadar, ya? Aku kan guru. Aku berhak meminta muridku mematuhi apa yang ku katakan. Dan ternyata kau adalah seorang murid yang suka membangkang. Coba kau pikirkan.. kalau kau menceritakan tema gambarmu pada orang lain.. lalu mereka membajak gambarmu. Bagaimana? Itu satu pelajaran sebagai seorang pembuat karya! Rahasiakan idemu sebaik mungkin.”
Hye Eun : “Sudahlah! Tidak usah bicara lagi! Pokoknya, kau adalah orang yang sok!”
Hye Eun meninggalkannya. Kembali pada Yun Suk dan teman-temannya.
Jung Min : “Dasar wanita aneh..!”

Shin Eun tidak juga berhasil menghubungi Yun Suk. Apakah sesibuk itu? Bukankah.. hanya pesta?

Yun Suk sendiri sungguh asyik menikmati liburan kecilnya di Jeju bersama Hye Eun. Mereka menyelam dan naik speed boat ke tengah laut. Memancing dan memanggang ikan di tepi pantai. Membuat istana pasir, dan sebagainya. Yun Suk menemani Hye Eun menggambar sambil menikmati soju di tepi pantai. Sesuai janjinya, Hye Eun menjadikan Yun Suk model dalam gambarnya.
Hye Eun : “Eehh.. jangan banyak bergerak. Nanti gambarnya jadi tidak bagus..”
Yun Suk : “Yaa lama sekali, ya.. Sampai kapan akan bergaya seperti ini..?”
Hye Eun : “Sampai gambarnya selesai..”
Yun Suk : “Apaa?!”
Saat ini, Yun Suk sedang berdiri membelakangi pantai. Di atas kepalanya ada sebuah apel merah. Hye Eun memintanya supaya menjaga keseimbangan. Ia tak ingin apelnya jatuh, lalu Yun Suk berkali-kali merubah posisinya karena mengambil apel itu.

Shin Eun mengirim pesan singkat ke ponsel Yun Suk. “Kau di mana? Kenapa ponselmu mati?” Namun, hingga sejam berlalu, pesan singkat itu tak dibalas. Ditelpon pun masih tidak bisa.

Malam hari.. Hye Eun keluar dari kamarnya. Ia pergi ke mall terdekat. Hendak membeli keperluan pribadinya.
Barang yang mau dibelinya ada di lantai tujuh. Ketika selesai membeli dan hendak pulang.. lift berhenti di lantai enam. Seorang pengunjuk masuk. Tiba-tiba pengunjung itu bicara.. “Hah.. kau lagi!”
Di dalam lift hanya ada mereka berdua. Tentu saja.. pengunjung itu bicara pada Hye Eun. Pengunjung itu adalah Jung Min.
Hye Eun : “Pasti akan ada hal sial yang mau terjadi sebentar lagi..”
Baru sedetik rasanya Hye Eun mengatakan hal itu. Dan benar-benar terjadi hal yang tak diharapkan. Listrik padam! Lift pun ikut padam!
Hye Eun : “Ya ampun..! Apa-apaan ini?”
Jung Min : “Ini namanya pemadaman listrik. Kau tidak baca surat kabar atau mendengar radio atau mungkin nonton tv? Sudah diberitaukan pada masyarakat Jeju.. bahwa hari ini, tepat pukul sembilan malam, ada pemadaman listrik selama satu jam. Untuk mengurangi pemakaian tenaga listrik, demi meredam pemanasan global, yang akhir-akhir ini..”
Hye Eun tidak tahan mendengar Jung Min bicara.
Hye Eun : “Kau bisa diam, tidak?”
Ia mengambil ponselnya di tas. Ia ingin menelpon Yun Suk. Tapi.. tidak ada sinyal. Ia menerangi wajah Jung Min dengan lampu ponsel.
Hye Eun : “Heh, jangan diam saja! Cari cara supaya bisa keluar dari sini!”
Jung Min : “Bicaralah dengan pelan dan sopan. Telingaku jadi sakit setiap mendengar suaramu yang tak ramah itu. Lagi pula.. aku sudah terbiasa dengan keadaan sepert ini.”
Hye Eun sungguh kesal. Ia mendorong Jung Min, hingga menabrak dinding lift.
Jung Min : “Apa yang kau lakukan?”
Hye Eun : “Menjauh dariku!”
Jung Min : “Aku juga tidak sudi berada dekat-dekat denganmu. Tapi sekarang kondisi dan situasinya sedang tidak baik. Dan aku dapat mentolerirnya.”
Lalu, ia mengeluarkan ponselnya. Rupanya dia juga tidak mendapat sinyal.
Seperti tak mau ambil pusing. Jung Min duduk di lantai lift. Bersandar pada dindingnya, dan bersikap tenang.

Yun Suk tidak menemukan Hye Eun di kamarnya. Ia mencoba menghubungi ponsel gadis itu, tapi tidak aktif. Dari petugas hotel, ia tau ke mana Hye Eun pergi. Rupanya ada pemadaman listrik. Namun, karena hotel menggunakan GPS, jadi listriknya tidak ikut mati. Yun Suk sangat cemas. Apakah Hye Eun baik-baik saja atau bagaimana, karena gadis itu tak dapat dihubungi sama sekali. Ia segera menyusul Hye Eun ke mall. Mencarinya di setiap sudut dengan menggunakan senter yang ia pinjam dari security.
Yun Suk : “Aku mohon, bantu aku mencari pacarku..”
Entah ada pikiran apa yang merasuki kepala Yun Suk, hingga mengatakan hal yang tak seharusnya.
Security mall pun bersedia membantunya.

Sudah sejam berlalu. Listrik tak juga hidup. Hye Eun masih tetap berdiri. Mengutak-atik ponselnya. Berharap ada sinyal dan bisa menghubungi Yun Suk.
Jung Min : “Sepertinya akan padam sampai pagi..”
Hye Eun : “Ini semua gara-gara kau!”
Jung Min : “Aku? Apa tidak salah? Aku bukan petugas listrik! Aku juga tidak melakukan apapun.. apapun untuk membuat listriknya padam! Bahkan aku tidak kenal dengan para petugas listrik itu!”
Hye Eun : “Kau.. adalah pembawa sial!”
Jung Min : “Bicara tidak masuk akal lagi.. Aku tidur sajalah..”
Jung Min merapatkan jaketnya. Lalu bersandar di sudut lift, dan memejamkan mata.
Sementara Hye Eun.. lelah juga berdiri terus. Ia pun duduk dan bersandar pada dinding lift. Tapi tak berhenti mengutak-atik ponselnya. Masih berharap bisa menelpon atau sekedar mengirim pesan pada Yun Suk. Gagal terus.

Yun Suk pun masih mencari Hye Eun. Memeriksa ke semua ruangan di mall itu. Dan para pengunjung lain sudah pergi. Seorang security ikut berpikir.
Security : “Mungkin, orang yang anda cari terjebak di dalam lift.”
Benar juga! Kenapa tak terpikirkan ke sana, ya? Mereka semua segera memeriksa setiap lift.
Yun Suk: “Hye Eun!”
Ia menggedor setiap pintu lift di setiap lantai.
Yun Suk : “Hye Eun!”
Sudah semua lift diperiksa. Tapi tidak ada suara Hye Eun.
Security : “Atau mungkin, dia sudah kembali ke hotel, Tuan.”
Yun Suk : “Kalau dia sudah kembali ke hotel, pasti ponselnya bisa dihubungi. Dia tidak pernah mematikan ponselnya. Dan firasatku mengatakan, Hye Eun masih di sini.”

Rupanya, lift tempat Hye Eun dan Jung Min terjebak, berada tidak tepat pada pintu lift. Lift itu tersangkut di antara dua lantai. Lantai empat dan lantai dua. Lift itu memiliki peredam suara. Tidak bisa mendengar suara dari luar. Jadi, Hye Eun atau pun Jung Min tidak mendengar suara Yun Suk dan para security mall yang memanggil Hye Eun.

Lelah..
Yun Suk terduduk di depan sebuah pintu lift di lantai satu.

Hingga berjam-jam kemudian..
Akhirnya listrik kembali menyala.. dan seluruh mall kembali diterangi lampu. Lift pun kembali jalan.
Hye Eun terbangun. Mendapati dirinya telah berselimut mantel. Ini.. mantelnya Jung Min. Kemudian, Jung Min juga terbangun. Sebuah mantel langsung mendarat di kepalanya.
Jung Min : “Hey..!”
Hye Eun : “You can’t change my heart!”
Pintu lift terbuka. Sudah ada Yun Suk yang menanti Hye Eun. Pria itu langsung memeluk Hye Eun.
Yun Suk : “Aku.. sangat mengkhawatirkanmu..”


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:13 AM | Message # 7
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 6

Akhirnya.. ponsel Yun Suk bisa dihubungi lagi. Shin Eun sebenarnya senang. Tapi sekaligus marah.
Shin Eun : “Hanya pesta seperti itu kau sampai mematikan ponselmu. Ada apa sebenarnya?”
Shin Eun mendatangi Yun Suk di kantornya, saat jam makan siang.
Yun Suk : “Maaf.. banyak teman bisnis yang mengajak ke sana ke mari. Mengobrol dengan para pebisnis lainnya. Sungguh sangat sibuk, sehingga tak sempat mengisi ulang baterai ponsel. Aku juga kurang tidur akibat ulah mereka itu. Maaf, ya..”
Shin Eun : “Ya sudah.. Mm.. akhir bulan ini.. ulang tahun perusahaan ayahku. Mungkin aku akan sedikit sibuk membantu mengurusnya.”
Yun Suk : “Iya.. tapi jangan terlalu sibuk, ya.. ingat jaga kesehatan..”
Shin Eun : “Iya.”
Shin Eun senang. Yun Suk sudah kembali normal seperti biasa.

Hye Eun bertemu dengan Mi Hee di kampus. Ia menceritakan pertemuan tidak diinginkannya di Jeju.
Mi Hee : “Seandainya aku yang terjebak bersamanya di dalam lift.. Ya ampun.. aku pasti sangat senang..”
Hye Eun pasang mimik hendak muntah.
Hye Eun : “Seleramu tidak bisa dibilang lumayan, Mi Hee.. lebih cocok dibilang mengerikan..”
Mi Hee : “Aahh.. aku tidak tau lagi.. aku tidak bisa menebak apapun. Tidak ada dugaan yang terlintas di kepalaku.. Why do you hate Jung Min Oppa?”
Hye Eun : “Dari awal sudah tidak menyukainya. Jangan repot-repot berdoa agar kami baikan, ya. The war would never end between Oh Hye Eun and Goo Jung Min..”
Kemudian, Mi Hee melihat ada yang aneh di wajah Hye Eun. Sahabatnya itu memiliki senyum yang tak biasa.
Mi Hee : “Ngomong-ngomong.. kau ke Jeju bersama siapa?”
Hye Eun : “Pria tampan. Namanya Kim Yun Suk.”
Mi Hee : “Ayo, traktir aku makan!”
Hye Eun : “Untuk apa?”
Mi Hee : “Kau punya pacar, kan?”
Hye Eun tersenyum. Wajahnya bersemu merah.
Hye Eun : “Ah, tidak.. aku dan dia tidak pacaran. Lagi pula, ini hanya perasaan sepihak dariku..”
Mi Hee : “Tapi, kalau nanti kau benar-benar menjadi kekasihnya.. kau harus mentraktir aku makan di restoran Eropa, dengan menu yang paling mahal. Oke?”
Hye Eun : “Ah.. kau ini.. makanan terus..”
Mi Hee : “Karena aku sangat lapar. Ayo, sekarang aku traktir kau duluan. Makan mie kecap dekat kampus.”
Hye Eun : “Ayo..”
Tapi, saat mereka baru keluar dari gerbang kampus, ponsel Hye Eun bunyi. Ada pesan masuk. Hye Eun tersenyum membacanya.
Hye Eun : “Mi Hee.. maaf, ya.. sepertinya siang ini kita tidak jadi makan mie kecap bersama. Ada yang menungguku..”
Mi Hee : “Hmm.. baiklah.”

Rupanya, Yun Suk yang mengirim pesan itu. Ia menunggu Hye Eun di sebuah restoran. Niatnya.. ingin makan siang bersama.
Hye Eun : “Memangnya kau tidak sibuk?”
Yun Suk : “Sibuk. Tapi, harus bisa meluangkan waktu untuk makan siang bersamamu.”
Hye Eun : “Bersamaku? Haha.. seolah aku kekasihmu saja..”
Yun Suk : “Karena itulah.. aku ingin mengatakannya padamu. Aku menyukaimu, Hye Eun..”
Hye Eun terdiam, saat Yun Suk mengatakannya. Suka sebagai apa? Tanyanya dalam hati.
Yun Suk menyentuh tangan Hye Eun.
Yun Suk : “Jujur saja.. sejak pertama kali melihatmu.. kau seolah membiusku. Aku.. jatuh cinta padamu pada pandangan pertama.. Hye Eun..”
Hye Eun menatap Yun Suk dalam. Harus ku katakan apa padanya bila dia minta aku jadi kekasihnya? Hye Eun masih bertanya-tanya dalam hatinya.
Yun Suk : “Aku sebenarnya ingin kau menjadi kekasihku. Tapi.. aku tidak akan memintanya. Karena.. aku tidak ingin ini menjadi paksaan.”
Hye Eun : “Yun Suk.. tidak ada yang jadi paksaan. Karena.. aku tulus menyukaimu..”
Keduanya tersenyum dan saling mengakui perasaan masing-masing.

Sementara itu..
Dong Gun masih mencari istri kedua dan putrinya. Dan Park Chil Suk datang menemui Dong Gun menyampaikan hasil terakhir yang didapatnya dalam sebulan ini. Tak diragukan.. Park Chil Suk berhasil menemukan keberadaan Oh Yu Lee saat ini. California.. Yang paling membuat Dong Gun bahagia adalah.. Oh Yu Lee masih istrinya.. Tentu saja. Mereka tak pernah bercerai. Hanya dipisahkan oleh keadaan yang sangat memaksa.

Rumah keluarga Han kembali ribut. Kali ini.. Mi Ra menemukan map berisi laporan tentang pencarian Oh Yu Lee dan putrinya di ruang kerja Dong Gun. Ah.. Dong Gun memang agak ceroboh hari itu. Ia sangat buru-buru ingin pergi ke California, dengan pesawat siang ini juga. Karena ia tak mau membuang kesempatan sekecil apa pun. Di dalam map itu juga ada alamat Yu Lee. Segera, setelah Mi Ra memesan tiket pesawat, ia pun menyusul ke California, Amerika Serikat.

Shin Eun heran melihat ayah dan ibunya sama-sama pergi ke luar negeri. Tapi berangkatnya tidak bersama. Ada apa sebenarnya? Shin Eun tidak pernah mendapat jawaban, setiap kali bertanya pada mereka.
Ia memutuskan untuk mencari tau sendiri, apa yang sebenarnya terjadi. Mumpung ayah dan ibunya tidak di rumah.. ia masuk ke ruang kerja ayahnya.
Di dalam ruangan tersebut, ada satu tempat rahasia, yang digunakan oleh Dong Gun untuk menyimpan benda-benda penting dan berharga. Tidak satu pun orang di rumah ini.. termasuk Mi Ra dan Shin Eun yang mengetahuinya.
Namun, Shin Eun pernah melihat ayahnya memiliki kotak berankas yang cukup besar. Digunakan untuk menyimpan surat-surat berharga. Kotak itu berwarna hijau. Seperti tas koper. Tidak diletakkan menempel di dinding seperti lemari besi penyimpan uang. Ia memeriksa ke seluruh ruangan. Mencari kotak itu. Di bawah meja, di dalam lemari, di bawah kursi, di belakang lukisan dan foto yang menempel di dinding. Nihil. Di mana Dong Gun meletakkan kotak itu, ya? Shin Eun juga sudah memeriksa guci-guci raksasa yang ada di dalam ruang kerja itu. Tetap saja.. nihil. Tidak ada satu petunjuk pun hari itu.

Sorenya.. Shin Eun ke kampus. Ada kuliah. Namun.. ia tetap saja belum bisa fokus pada pelajaran. Ia masih kepikiran tentang kotak itu. Rencananya, sepulang kuliah ini, ia akan memeriksa di kamar ayah dan ibunya. Semoga tidak ada halangan.

Shin Eun berjalan di taman kampus yang asri. Ia hendak pulang. Tapi, ia merasa sedikit lesu dan lelah. Ia pun duduk di bangku taman. Di dekat seorang mahasiswi junior yang sedang memabaca. Judul buku yang dibacanya adalah.. “KEABADIAN CINTA PERTAMA”. Novel karangan Song Seung Hae. Dan di bangku mahasiswi itu banyak buku yang membahas tentang cinta pertama.
Shin Eun : “Wah.. bukumu banyak sekali, Nona..”
Mahasiswi itu melihat siapa yang mengajaknya bicara. Ia tersenyum.
Shin Eun : “Semuanya tentang cinta pertama..”
Gadis itu tertawa pelan. Wajahnya bersemu merah. “Aku memang sedang jatuh cinta..”
Gadis itu adalah Oh Hye Eun.
Hye Eun : “Jatuh cinta pada pandangan pertama.. dengan cinta pertama.. kepada pacar pertama.. Semua serba pertama.”
Shin Eun tertawa. Gadis di depannya ini lucu juga. Dirinya jadi sedikit terhibur.
Shin Eun : “Wah.. semua yang serba pertama.. biasanya akan menjadi berkesan. Semoga langgeng dengan pacar pertamamu, ya..”
Hye Eun : “Terimakasih untuk doanya.”
Shin Eun : “Oh ya, namamu siapa?”
Hye Eun : “Oh Hye Eun.. kau?”
Shin Eun : “Han Shin Eun..”
Mereka berkenalan. Walau usia mereka sedikit berbeda.. tapi keduanya langsung akrab. Shin Eun sangat suka mengobrol dengan Hye Eun. Sampai ia lupa apa yang akan dilakukannya hari ini.
Hye Eun bercerita tentang pacarnya. Sedetail-detailnya. Tapi satu hal, ia tidak ingin menyebut nama, karena masih malu-malu.
Shin Eun pun memberikan tips dan trik, supaya bisa menyenangkan pria yang Hye Eun cintai itu.
Shin Eun : “Kau tidak perlu mengeluarkan uang untuk membahagiakan seorang pria. Beradalah di sisinya setiap saat. Bukan hanya saat ia membutuhkanmu. Walau ia tak butuh kau.. berusahalah selalu hadir, saat ia akan membutuhkanmu. Jangan membuatnya terlalu lama menunggumu, saat ia ingin bersamamu.. kapan pun itu. Kecuali, kalau kau memang benar-benar akan terlambat, atau malah tidak bisa, jangan mengirim pesan singkat. Tapi, teleponlah. Biar dia mendengar suaramu langsung.”
Hye Eun : “Wah.. kau hebat. Aku salut. Dan aku akan menggunakan tips dan trikmu. Hahaha aku sungguh buta dengan hal-hal seperti ini. Terimakasih, ya..”
Shin Eun : “Iya, sama-sama..”
Keduanya sangat akrab dari hari ke hari. Dan Shin Eun juga telah mengenal Mi Hee. Ketiganya menjadi sahabat baik.
Shin Eun juga sering membantu Hye Eun dan Mi Hee belajar. Karena, tingkat Shin Eun lebih tinggi, dan sudah pernah mendapat pelajaran serta tugas kuliah seperti yang di dapat oleh Hye Eun dan Mi Hee.

Dong Gun tiba di California tepat pukul delapan malam. Ia tak sabar ingin menemui Yu Lee. Namun, Park Chil Suk yang mendampinginya menyarankan, agar Dong Gun tidak mengganggu jam istirahat Yu Lee.

Sedangkan Mi Ra sampai di California sejam kemudian. Ia mendapatkan alamat hotel tempat Dong Gun menginap dari salah satu asisten Dong Gun.

Dong Gun sungguh tak tenang. Ia tak bisa tidur. Memikirkan betapa bahagianya akan bertemu dengan belahan jiwanya yang telah lama menghilang.

Kemudian suara pintu kamar diketuk. Dong Gun mengira, yang datang adalah Park Chil Suk. Kamar mereka tak begitu berjauhan. Tanpa berpikiran aneh, Dong Gun membuka pintunya. Dan betapa ia sangat terkejut melihat Mi Ra ada di depan matanya saat ini.
Dong Gun : “Mi Ra..? Apa yang kau lakukan di sini?”
Mi Ra : “Jangan salahkan aku.. karena aku kini telah menjadi istri yang sangat posesif. Jangan salahkan aku.. kalau aku telah menjadi istri yang mungkin sakit pikiran. Hingga menjadi tak waras.. bisa-bisanya mengikutimu hingga ke tempat sejauh ini.. untuk bertemu simpanannya!”
Dong Gun : “Apa maksudmu, Mi Ra?”
Mi Ra : “Jangan pura-pura kau tidak mengerti apapun! Jangan bilang kau ke California untuk bisnis! Jangan kau kira aku tidak tau apa yang akan kau lakukan di sini!!”
Dong Gun akhirnya mengerti maksud Mi Ra.
Dong Gun : “Benar. Aku di sini.. untuk itu. Lebih baik, kau pulang saja. Jangan ikut campur dengan masalah ini.”
Mi Ra : “Baik. Jadi begini kau memperlakukan aku.. demi wanita jalang itu! Yang terbaik bagiku adalah.. mati!!”
Ia mengambil pisau buah di meja, dan hendak menusuk perutnya sendiri. Beruntung, Dong Gun dengan cepat merebut pisau itu.
Dong Gun : “Kau sudah gila!”
Mi Ra menangis. Ia memeluk Dong Gun.
Mi Ra : “Sejujurnya.. aku tidak tau apa kesalahanku, sehingga kau melakukan ini semua? Bukankah aku sudah berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Kalau pun ada yang masih kurang, kau bisa mengatakannya. Kita menikah karena kita saling mencintai.. Tidak ada yang memaksa kita. Aku sudah terluka dengan perselingkuhanmu dengannya. Aku mohon, jangan tambah lagi luka ini..”
Dong Gun tak tega melihat Mi Ra memohon begitu.
Dong Gun : “Baik.. ayo, kita pulang ke Seoul bersama..”

Sedangkan di sisi lain..
Hubungan Hye Eun dan Yun Suk semakin mesra. Yun Suk sering mengajak Hye Eun pergi berlibur. Juga datang ke pesta-pesta perusahaan yang mengharuskan untuk membawa pasangan. Yun Suk sangat hobi mempercantik Hye Eun. Ia pun sering mengajak Hye Eun belanja pakaian dan gaun di butik kelas atas. Dan yang membuat ia senang, Hye Eun tidak menolak. Tidak seperti wanita lain, yang awalnya menolak, tapi akhirnya mau juga.
Setiap pulang dari kantor, Yun Suk membawakan seikat bunga. Di setiap harinya, bunga yang dibawa pun berbeda-beda. Hari senin waktunya mawar putih, hari Selasa bisa bunga lily.
Hye Eun : “Kau sangat romantis, ya..”
Yun Suk : “Bunga-bunga ini sangat indah.. aku yakin kau pasti menyukainya. Mereka dapat membuat apartemenmu jadi lebih harum dan lebih indah.”
Hye Eun : “Terimakasih..”
Satu kecupan mendarat di kening Hye Eun. Dan Hye Eun membalasnya dengan mencium mesra bibir Yun Suk. Keduanya pun hanyut dalam laut keromantisan yang dalam. Berkali-kali mereka saling berciuman. Lalu tersenyum dan kembali berciuman lagi. Sesekali keduanya saling menatap penuh cinta. Terakhir kali, Hye Eun mencium bibir Yun Suk lagi.
Yun Suk : “Aku mencintaimu, Hye Eun..”
Hye Eun : “Aku juga mencintaimu, Yun Suk..”

Suatu hari, Shin Eun datang ke kantor Yun Suk, tepat saat jam makan siang. Sayangnya, asisten Yun Suk, mengatakan kalau atasannya sedang tidak di kantor. Mungkin makan siang di suatu tempat.
Shin Eun pun menelpon Yun Suk.
Tentu saja, Yun Suk yang sedang bersama Hye Eun terkejut melihat nama Shin Eun di layer ponselnya.
Yun Suk : “Sebentar ya.. ada telpon dari kantor.”
Hye Eun : “Iya.”
Yun Suk buru-buru ke toilet pria, dan menerima telpon itu.
Yun Suk : “Ya, Shin Eun?”
Shin Eun : “Kau di mana?”
Yun Suk : “Aku sedang bersama client.”
Shin Eun : “Oh.. nanti malam aku ke apartemenmu. Sudah waktunya mengganti sprei di ranjangmu.”
Yun Suk : “Oh.. iya, ya.. aku baru ingat. Tapi.. sayang sekali.. nanti malam ada pertemuan dengan teman bisnis. Bagaimana kalau lain hari saja? Atau ku ganti sendiri spreinya.”
Shin Eun : “Tidak bisa. Sprei itu sudah sebulan tidak diganti. Karena aku agak sibuk belakangan ini. Dan kau tidak usah cemas. Aku kan punya kunci duplikat apartemenmu. Kalau kau tidak bisa pulang, tidak apa-apa. Aku bisa ke sana sendiri.”
Yun Suk : “Baiklah.. kalau itu yang kau mau.”
Setelah menelepon, Yun Suk kembali pada Hye Eun. Bagaimana ya nanti malam? Ia memikirkan suatu rencana. Supaya tak pulang terlalu cepat malam ini. Ia tak ingin Shin Eun memergoki dirinya bersama dengan Hye Eun.
Yun Suk : “Nanti malam ada acara, tidak?”
Hye Eun : “Mm.. tidak. Kenapa?”
Yun Suk : “Kita nonton film, ya.. Death Bell bagus.”
Hye Eun : “Baik.”

Sekitar pukul enam sore.. Yun Suk sudah menunggu Hye Eun di depan gedung bioskop. Mereka janjian di sana. Saat bertemu, keduanya langsung berpelukan. Yun Suk mencium kening Hye Eun. Dan Hye Eun membalas mencium pipi Yun Suk.

Sementara itu, Shin Eun masuk ke apartemen Yun Suk. Ia agak heran. Tidak biasanya apartemen itu jadi rapi. Ia sangat tau.. saat di apartemen lama.. Yun Suk sama sekali tidak punya waktu untuk membersihkan semua itu. Kekasihnya itu terlalu sibuk di kantor. Tapi, Shin Eun senang. Ini berarti, Yun Suk sudah berubah jadi semakin baik. Menjaga kebersihan. Kemudian, ia mengganti sprei tempat tidur Yun Suk. Mengganti taplak meja, dan mencuci pakaian Yun Suk dengan mesin cuci.


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
nadaeganDate: Sunday, 2011-03-06, 5:15 AM | Message # 8
Start from Spring Day
Group: Administrators
Messages: 397
Reputation: 0
Status: Offline
Eps. 7

Hye Eun sangat serius menonton film. Sampai tak sadar popcornnya habis dimakan Yun Suk. Death Bell memang keren. Hye Eun sampai ikutan bingung menjawab misterinya.
Hye Eun : “Berhubungan dengan ketamakan. Delapan huruf.. Apa, ya?”
Kemudian..
Hye Eun : “Astaga.. kasihan sekali siswa itu. Tewas sudah.. Padahal jawaban sudah ketemu..”
Di lain scene film itu..
Hye Eun : “Wah.. siswa siswi itu bodoh atau bagaimana, ya? Memisahkan diri dari teman-temannya.”
Lalu..
Hye Eun : “Ya ampun.. Kim Bum nya kenapa ikutan tewas? Ku kira dia yang akan membantu memecahkan misteri itu. Sayang sekali, ya..”
Sedikit mengejutkan, Yun Suk menjawab komentar Hye Eun.
Yun Suk : “Haha.. ku pikir, malah gurunya yang pria tewas duluan.”
Hye Eun : “Benar.. aku tidak menyangka akan berakhir seperti itu. Ternyata, demi mendapatkan nilai bagus.. apapun dilakukan oleh Ji Won ya. Kasihan..”
Filmnya sudah habis. Tapi, Yun Suk khawatir, kalau masih ada Shin Eun di apartemen. Jadi, Yun Suk mengajak Hye Eun nonton satu film lagi. Untunglah, Hye Eun memang suka nonton. Kali ini mereka menonton film saeguk. The Warrior nya Jang Dong Gun. Dan yang paling menikmatinya adalah Yun Suk. Sebenarnya film itu bagus. Sangat bagus. Namun, Hye Eun mungkin sudah lelah. Sehingga ia tertidur di kursinya,

Shin Eun membersihkan apartemen Yun Suk. Di setiap sisi dan sudutnya. Lalu menyetrika beberapa pakaian. Saat hendak memasukkan ke dalam lemari.. ia melihat beberapa struk belanja di bawah tumpukan celana panjang.
Aneh.. kenapa Yun Suk membeli barang-barang seperti itu. Ada gaun pesta, sepatu high heels, dan barang-barang wanita lainnya. Juga ada kwitansi pembelian tiket pesawat. Ada yang tujuan ke Jeju, Akita, Jepang, dan Shanghai, Cina.
Shin Eun : “Apa mungkin, dia mau buat kejutan, ya? Tapi ini terlalu banyak dan berlebihan..”

Untuk memastikan Shin Eun sudah pulang atau belum, Yun Suk menelponnya.
Yun Suk : “Kau masih di apartemen?”
Shin Eun : “Sebentar lagi pulang. Kau sudah mau pulang?”
Yun Suk : “Belum. Rekan bisnisku mengajak minum soju. Aku rasa ini akan sampai pagi. Dia baru menang tender. Kau jangan pulang terlalu malam, ya. Nanti ayah dan ibumu khawatir.”
Shin Eun : “Iya.”

Syukurlah.. malam ini, Yun Suk dan Hye Eun pulang dengan aman dan tenang.
Yun Suk : “Langsunng tidur, ya..”
Hye Eun : “Iya.”
Yun Suk mencium keningnya.

Mi Hee menemui Hye Eun di kampus, keesokan harinya. Kebetulan, Hye Eun sedang bersama Shin Eun di taman kampus.
Mi Hee : “Ayahku, mendapat undangan pesta sebuah perusahaan besar. Dan aku diizinkan ikut dan mengajak kalian. Mau ikut?”
Hye Eun : “Kapan dan di mana? Perusahaan apa?”
Mi Hee : “Hari Minggu besok di Han Group Office Hall Room.”
Shin Eun tersenyum saat mendengar nama lokasi pestanya.
Shin Eun : “Kalian harus datang. Aku akan membuat kalian total bersenang-senang di pesta itu.”
Mi Hee dan Hye Eun belum mengerti maksud Shin Eun.
Shin Eun : “Kau bawa undangannya, Mi Hee?”
Mi Hee : “Iya. Aku membawanya.”
Lalu ia mengeluarkan undangan pesta itu.
Shin Eun : “Coba baca di bagian bawah suratnya..”
Ada tulisan.. Penanggung Jawab Acara: Han Shin Eun..
Hye Eun : “Bukannya itu namamu?”
Shin Eun tersenyum.
Shin Eun : “Iya memang aku. Dan, kalian harus tau satu hal. Presiden Direkturnya adalah.. ayahku.. Han Dong Gun.”
Hye Eun dan Mi Hee sangat kagum mendengarnya. Mereka bisa bersahabat dengan putri salah satu jutawan Korea Selatan. Betapa beruntungnya..
Hye Eun : “Kami akan datang.. pasti..”
Shin Eun : “Dan.. di acara itu.. sekalian.. akan diumumkan tanggal pernikahanku..”
Hye Eun dan Mi Hee semakin terkejut dengan kabar itu.
Mi Hee : “Menikah?!”
Hye Eun : “Bukannya kau masih kuliah?”
Shin Eun : “Iya. Dan tidak ada yang melarang kan, kalau menikah saat masih kuliah. Lagi pula, kuliahku juga sudah hampir selesai.”
Mi Hee : “Tapi, kami tidak pernah tau kau punya kekasih.”
Shin Eun : “Kalian saja yang tidak pernah menanyakan. Hye Eun sibuk dengan pacar pertamanya.. dan Mi Hee.. sibuk dengan guru menggambarnya..”
Mi Hee dan Hye Eun tertawa.
Hye Eun : “Shin Eun.. jangan sebut lagi itu guru menggambar. Membuat telingaku sakit..”
Shin Eun : “Aku jadi penasaran dengan guru menggambar itu. Siapa namanya?”
Mi Hee : “Goo Jung Min si tampan dari negeri awan..”
Hye Eun : “Yang benar.. Goo Jung Min si tolol dari bawah lautan..”
Shin Eun : “Hye Eun.. apakah dia sebegitu menyebalkannya? Sampai-sampai kau tidak suka bila ada yang memujinya? Atau mungkin.. kau menyukainya? Hanya saja tidak tau caranya bersikap?”
Hye Eun : “Menyebalkan iya. Tapi menyukainya? Hahahaha.. sampai matahari meletus pun.. TIDAK..!!”
Shin Eun tertawa mendengarnya. Begitu juga Hye Eun. Puas rasanya bisa memberi predikat buruk untuk pria itu. Tapi Mi Hee tidak. Sebagai gadis yang menyukai Jung Min, tentu tidak terima mendengar pria idamannya disebut sejelek itu.

Rapat persiapan pesta ulang tahun perusahaan berlangsung di rumah Shin Eun. Hadir semua anggota panitia pesta.
Shin Eun : “Bagaimana? Sudah siap berapa persen?”
Ketua panitianya, bernama Lee Na menjelaskan pekerjaan mereka sejauh ini.
Lee Na : “Sembilan puluh persen, Nona.. Sepuluh persennya saat sehari sebelum harinya.”
Shin Eun : “Sepuluh persen itu isinya apa saja?”
Lee Na : “Dekorasi ruangan dan meja. Juga peralatan soundsystem dan hiburan yang berupa musik.”
Shin Eun : “Bagaimana dengan Big Bang dan SS501? Mereka sudah dihubungi untuk tampil di pesta?”
Penata hiburan, namanya Seung Hee, segera menjelaskannya.
Seung Hee : “Sudah. Dan mereka bersedia akan tampil. Kami juga sudah mengontak manajemen yang menaungi Jane Zhang dan Fish Leong. Keduanya bersedia tampil di pesta ini.”
Shin Eun : “Bagus. Hanya penyanyi? Hiburan lainnya?”
Seung Hee : “Kami mengundang para penari Arirang dari Jeolla. Mereka yang terbaik. Dan juga para penari Tango langsung dari Brazil. Dan ini juga yang terbaik. Juga ada aksi beberapa magician Amerika. Dan, aksi magician dimeriahkan oleh Lee Jung Suh. Dia seorang magician muda, yang asli Korea Selatan, tapi besar di Chicago. Dia dijuluki Dewi Cinta.”
Shin Eun tersenyum. Ada juga hal-hal unik begitu di dunia ini.
Shin Eun : “Yang lainnya?”
Bagian konsumsi, Mi Jung bicara.
Mi Jung : “Semua makanan, kecuali makanan pencuci mulut, kami menggunakan jasa catering terbaik di Asia. Crown Lai Kap Thailand Restoran. Makanan pencuci mulutnya kami memesannya dari Seoul Ice Cream Center. Dan semuanya beres. Mereka sudah menentukan menunya hari ini. Dan mulai melakukan persiapan memasak mulai hari ini. Mereka tiba di Seoul kemarin sore.”
Wow, Shin Eun memang tau, bahwa Mi Jung sangat mengerti di bidang kuliner.
Shin Eun : “Dekorasi?”
Giliran Kang Ahn bicara.
Kang Ahn : “Sudah sejak seminggu lalu, idenya tercetus. Dan mulai dikerjakan. Latar panggung mulai dilukis.”
Shin Eun : “Dilukis?”
Kang Ahn : “Benar. Kami menggunakan jasa seorang pelukis dinding bernama Kim Tae Hwa. Dia pelukis terbaik, yang pernah memenangkan lomba melukis dinding di Dunia Fantasi. Dia yang melukis Surga di dinding dekat komidi putarnya.”
Shin Eun : “Benarkah? Semoga kali ini dia tetap bisa menjadi salah satu yang terbaik, ya..”
Terakhir tentang pengiriman undangan. Bagian ini diurus oleh Nam Ja.
Nam Ja : “Undangannya 95 persen sudah sampai ke tujuan. Yang lima persen adalah beberapa pengusaha super sibuk, dan kami masih mencari tau apakah undangannya sudah sampai atau belum. Mereka begitu sulit dihubungi.”
Shin Eun : “Usahakan yang lima persen itu.. mereka menerima undangannya.”
Nam Ja : “Baik, Nona..”
Rapat berlangsung hingga tiga jam. Setelah itu, Shin Eun meninjau lokasi, tempat pesta akan digelar. Ia melihat beberapa orang sedang menurunkan bahan dan peralatan dari dalam truk. Meletakkannya di dalam ruangan. Untuk sementara, sampai pesta usai, ruangan tersebut tidak digunakan untuk umum.

Mi Hee mengajak Hye Eun berbelanja gaun untuk pesta itu.
Mi Hee : “Aku ingin tampil sempurna. Supaya tidak membuat Shin Eun malu. Aku kan sahabatnya.”
Hye Eun : “Sahabat baik, tidak dilihat bagaimana penampilannya. Tapi bagaimana ia bersikap. Mengerti?”
Kemudian, ponsel Hye Eun bunyi. Ada telpon dari Yun Suk. Kekasihnya itu meminta Hye Eun menemuinya di sebuah kafe.
Mi Hee : “Yaahh.. lagi-lagi kau meninggalkanku sendirian, untuk bersenang-senang dengan kekasihmu itu.”
Mi Hee sedikit ngambek.
Hye Eun : “Maaf, ya.. Dia sudah sangat baik padaku.. Jadi.. sudah sewajarnya kalau aku sedikit mengutamakan dia.”
Mi Hee : “Ya sudah. Tapi jangan lupa, ya.. nanti malam ke rumahku. Masih ada tugas kuliah yang belum selesai.”
Hye Eun : “Baik. Aku akan menginap kalau perlu.”

Yun Suk memesankan dua cangkir latte dengan gambar symbol cinta di atasnya. Hye Eun menyukainya.
Hye Eun : “Tidak mudah membuat gambar seperti ini di atas secangkir kopi. Butuh ketelatenan khusus. Aku jadi tidak tega mengaduknya.”
Yun Suk tertawa.
Yun Suk : “Tapi kalau tidak kau minum, kopinya akan basi. Dan yang membuat kopi itu akan merasa sangat sedih. Nanti, disangka kita tidak menghargai pekerjaannya.”
Hye Eun : “Benar juga.”
Hye Eun sedikit mengaduknya. Lalu ia merasakan ada sesuatu di dasar cangkir. Sendoknya menabrak sesuatu di dalam situ.
Hye Eun : “Apa ini?”
Yun Suk : “Apa?”
Hye Eun mengaduknya lagi. Benar. Memang ada sesuatu di dasar cangkirnya. Ia pun terpaksa meminum kopi sampai habis. Ternyata.. benda itu adalah.. cincin..!!
Yun Suk tersenyum.
Yun Suk : “Aku.. ingin kau menikah denganku..”
Hye Eun tersenyum dan terharu. Rupanya, Yun Suk sedang melamar dirinya.
Yun Suk : “Maukah.. kau menikah denganku?”
Kedua mata Hye Eun meneteskan air mata. Ini air mata bahagia. Lalu ia mengangguk, dengan senyuman bahagia yang masih menghiasi wajah cantiknya.
Hye Eun : “Aku mau..”
Yun Suk pindah duduk di samping Hye Eun. Mereka berciuman.

Mi Ra sedang mencoba gaun terbarunya di butik langganannya. Gaun itu akan digunakan saat pesta. Mi Ra juga ditemani oleh Shin Eun. Putrinya juga mencoba gaun terbarunya.
Mi Ra : “Sayang.. kenapa kau tidak menelpon Yun Suk. Supaya datang kemari, dan ikut memberikan komentar tentang gaunmu itu.”
Shin Eun : “Ingin sekali, Bu. Tapi.. sejak pagi tadi, ponsel Yun Suk tidak aktif. Sudah beberapa hari ini, ponselnya sangat jarang bisa dihubungi. Mungkin dia sedang sibuk.”
Mi Ra : “Oh.. begitu.”
Mi Ra mendadak ingat sesuatu. Saat dulu.. Dong Gun mulai bersikap aneh. Dengan tidak banyak bicara dengan dirinya. Sering sekali pergi tidak memberikan kabar. Ia jadi agak khawatir. Ia tak ingin hal yang sama terulang kembali pada Shin Eun.


Life is Never Flat - Agnes Monica
 
All Seasons For All Persons Forum » Sastra » Story » Two Daughters (Fan Fic)
  • Page 1 of 1
  • 1
Search:


Copyright MyCorp © 2024 | Website builderuCoz