Jenazah Helmy Yohanes Manuputty, juru tagih yang menjadi korban penganiayaan, saat disemayamkan di RS UKI, Rabu (20/4/2011) menjelang diberangkatkan ke Ambon. JAKARTA, KOMPAS.com - Kematian Helmy Johanis Manuputty (33) masih menyisakan duka pada diri Aldo Hitipeuw (32), teman karibnya sejak masih sama-sama menetap di sekitar kawasan UKI, Cawang. Saat bertemu Kompas.com di lokasi yang ditentukannya, Rabu ( 20/4/2011 ) sore, pria bertubuh sedang itu berbalutkan jaket jins hitam yang juga dipakainya saat mengalami penganiayaan oleh orang-orang tak dikenalnya.
Yang pasti, setelah perjalanan sekitar setengah jam, mereka dimasukkan ke tahanan. Kain yang menutupi wajah mereka sempat dibuka sebentar saat turun dan memasuki sel tahanan.
Mata Aldo yang kebiru-biruan karena lebam akibat pukulan terlihat tajam memandang ke arah sebuah mobil Toyota Avanza warna hitam. Beberapa orang berpakaian loreng terlihat bergegas masuk ke dalam mobil yang diparkirkan beberapa meter dari lokasi pertemuan.
Pemandangan itu langsung mengingatkannya ke peristiwa pada Senin (11/4/2011) lalu, yang berujung pada kematian Helmy.
"Kami bertiga diangkut ke sebuah mobil sejenis Toyota Avanza atau Daihatsu Xenia berwarna hitam," katanya tenang.
Aldo mengaku tidak tahu persis masalah awalnya seperti apa karena dia tidak pernah terlibat dalam penagihan debitur PT Sinar Mitra Sepadan (SMS) Finance yang berinisial R tersebut.
Yang diketahuinya, Helmy dan seorang teman telah mendatangi rumah si penyewa mobil dan orang tersebut berjanji akan segera melunasi tagihannya dengan membayar di kantor SMS.
Si debitor memang datang ke kantor SMS di Jalan Margonda, Depok, namun dengan tujuan lain. "Saat itu sekitar pukul 16.30 WIB. Jumlah mereka sekitar 40-an. Ada dua mobil dan belasan motor. Ada yang membawa senjata api, yang lain membawa sangkur dan parang," ujar Aldo.
Salah seorang yang menggenggam pistol masuk ke dalam kantor mencari Helmy.
"Waktu itu kami semua (kolektor) memang sedang berkumpul di kantor untuk menerima SK (surat kerja penagihan)," kata Aldo.
Saat menjumpai Helmy, orang tersebut langsung menodongkan pistol dan menyeret Helmy keluar. Aldo bersama beberapa teman ikut ke luar. Di luar ruangan mereka menyaksikan Helmy mulai dipukul dan ditendang. "Seorang teman saya, coba melerai. Tapi dia langsung dibacok," terang pria asal Ambon ini.
Kelompok massa yang diyakini Aldo sebagai aparat keamanan itu kemudian memasukkan Helmy ke dalam sebuah mobil warna hitam. Mereka kemudian juga menyeret Aldo dan Videl yang berada di dekat korban bacokan. Keduanya dipukuli dan dipaksa masuk ke mobil di mana Helmy berada.
"Seorang teman kami malah sengaja ditabrak seseorang yang mengendarai motor lalu dinaikkan ke motor itu. Untungnya dia masih sempat melompat saat mendekati Polres Depok dan meminta perlindungan polisi," ujar Aldo.
Setelah kendaraan melaju sekitar 5-10 menit, mata ketiganya ditutup kain dan sejumlah pukulan kembali mampir di tubuh mereka. Aldo mengaku tidak tahu dibawa ke mana. Yang pasti, setelah perjalanan sekitar setengah jam, mereka dimasukkan ke tahanan. Kain yang menutupi wajah mereka sempat dibuka sebentar saat turun dan memasuki sel tahanan.
"Setelahnya, kami kembali mengalami penyiksaan yang lebih hebat. Entah berapa banyak pukulan dan tendangan yang mengenai kepala sampai kaki kami," kata Aldo.
Dia mengaku tidak dapat mengidentifikasi alat-alat apa saja yang dipakai untuk menyiksa mereka. Yang bisa dipastikannya hanya sejumlah tendangan dari oknum yang mengenakan sepatu boot.
Mereka kemudian dipindahkan ke sebuah ruangan. Dengan mata masih tertutup, Kedua kaki dan tangan masing-masing mereka kemudian diikat. Selanjutnya, penyiksaan kembali mereka alami disertai intimidasi.
Puncak intimidasi dilakukan dengan memasukkan laras senapan ke mulut mereka. Letusan senapan kemudian terdengar, namun ternyata tembakan itu berasal dari luar ruangan tersebut.
Menjelang dikembalikan, ketiganya diberi makan. Namun makanan itu tidak dicicipi mereka. "Gimana mau makan, mulut aja sudah enggak bisa dibuka. Lagian, dalam keadaan begitu mana ada nafsu makan," ujar Aldo.
Sekitar pukul 00.30, Selasa ( 12/4/2011) dini hari, mereka diantar pulang menggunakan dua mobil, dengan alasan lokasi rumah mereka berbeda arah. Ternyata mereka tidak diantar hingga ke rumah masing-masing. "Saya dan Videl diturunkan di Depok Timur Dalam. Kalau Helmy baru kemudian tahu kalau diturunkan di PGC, Jakarta Timur," kata Aldo.
Bersama Videl, Aldo berusaha berjalan perlahan-lahan. Beruntung, beberapa saat setelah dia menghidupkan handphone-nya, ada panggilan masuk. Dia kemudian menjelaskan posisinya dan minta dijemput.
Aldo melanjutkan, penyiksaan yang mereka alami, terutama terhadap Helmy, sangat di luar batas. Aldo lantas membuka topi untuk memperlihatkan benjolan-benjolan yang ada di kepalanya. Dia juga mengangkat bajunya memperlihatkan lebam dan bekas penyiksaan yang dialaminya.
"Sekarang sudah agak mending. Tinggal rusuk kiri-kanan yang masih sakit kalau digerakan," kata Aldo.
Videl, kata Aldo, kemudian langsung dibawa ke RS Hermina, Depok. Luka pada kedua alisnya kemudian dijahit. Helmy kemudian diketahui langsung dilarikan ke RS UKI Cawang oleh keluarganya untuk menjalani perawatan. Sementara dirinya sendiri lebih meyakini penyembuhan menggunakan obat tradisional. Karena itu, dia memilih dirawat di rumah.